REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerima lahan sitaan kebun sawit dari hasil korupsi PT Duta Palma seluas 221 ribu hektare (ha) dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Penyerahan aset tersebut diberikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kepada Menteri BUMN Erick Thohir di Menara Danareksa, Jakarta, Senin (10/3/2025).
Kementerian BUMN kemudian menyerahkan pengelolaan lahan kebun sawit seluas 221 ribu hektare tersebut kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero). Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah menyampaikan terdapat sembilan perusahaan yang tergabung di PT Duta Palma Group.
"Tujuh (perusahaan) di antaranya telah dilakukan penyerahan tersangka dan barang buktinya dari penyidik ke penuntut umum. Dua (perusahaan) masih proses penyidikan," ujar Febrie.
Dari sembilan tersangka korporasi tersebut, ucap Febrie, terdapat 37 bidang tanah bangunan aset perkebunan kelapa sawit dengan total luas 221 ribu hektare. Febrie memerinci tujuh bidang tanah seluas 43.824,52 hektare ada di Provinsi Riau, tersebar di Kabupaten Kuantan Singigi, Rokanhulu, Kampar, Pelawawan. Kemudian, 21 bidang tanah perkebunan sawit lainnya seluas 137.626,41 hektare ini tersebar di Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sampas, Kalimantan Barat.
"Barang bukti ini menjadi instrumen yang penting tidak saja di proses penegakan hukum, tetapi ini menyangkut implikasi yang begitu banyak," sambung Febrie.
Febrie menegaskan pentingnya pengelolaan barang bukti berupa kebun sawit dalam perkara Duta Palma agar tetap berjalan secara produktif. Febrie menyebut keterbatasan kejaksaan untuk dapat mengelola barang bukti ini.
"Kepentingan itu tidak saja menjadi komponen di pembuktian di kita, tetapi bisnis yang dijalani harus terus berjalan. Karena di sini ada tenaga kerja yang cukup banyak, ada potensi kebun yang harus terus terjaga, dan di sini juga ada kontrak-kontrak hak dan kewajiban dalam kualifikasi bisnis yang tidak harus terputus," ucap Febrie.
Untuk memastikan keberlanjutan operasional kebun sawit tersebut, lanjut Febrie, Kejagung sejak awal telah meminta Kementerian BUMN untuk mengelolanya. Febrie menyampaikan BUMN memiliki pengalaman dalam bisnis perkebunan dan mampu mengelola aset ini dengan baik, dengan tetap menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.
"Oleh karena itu, Kejaksaan sejak awal sudah memohon kepada Kementerian BUMN, kiranya dapat ini dikelola. Nah bagaimana teknisnya, itu nanti dibahas kembali oleh tim teknis," lanjut dia.
Febrie menegaskan bahwa barang bukti yang diserahkan dalam kondisi baik, hasil dari koordinasi antara kejaksaan, kementerian terkait, serta Satgas Penerbitan Kawasan Hutan. Febrie juga menyoroti pentingnya manajemen yang baik agar tidak muncul potensi konflik sosial di lapangan.
"Komitmen untuk tetap menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam kelolaan perkebunan kelapa sawit, ini kita minta nanti akan dikelola dengan terbuka, dengan pengendalian keuangan yang bisa juga nanti dibantu oleh rekan-rekan BPKP untuk tetap dalam akuntabilitas yang baik," kata Febrie.