Sabtu 01 Mar 2025 08:09 WIB

Harga Beras di Jepang Meroket, Indonesia Jaga Stabilitas Pasokan

Lonjakan ini dipicu oleh pelemahan nilai tukar yen.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja menjemur gabah di Kasemen, Kota Serang, Banten, Kamis (2/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Putra M. Akbar
Pekerja menjemur gabah di Kasemen, Kota Serang, Banten, Kamis (2/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kenaikan harga beras di Jepang yang mencapai 90 persen dalam lima bulan terakhir menjadi perhatian dunia. Saat ini, harga beras di Negeri Sakura tercatat sekitar 3.892 yen atau setara Rp 86.156 per kilogram.

Lonjakan ini dipicu oleh pelemahan nilai tukar yen serta dampak cuaca ekstrem yang telah melanda dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi demikian menambah kekhawatiran akan potensi krisis beras global, mengingat berbagai negara juga menghadapi tantangan dalam produksi pangan.

Baca Juga

Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Moch. Arief Cahyono, menegaskan Indonesia terus berupaya menjaga stabilitas pasokan dan harga beras agar tetap terjangkau bagi masyarakat. Saat ini, cadangan beras pemerintah (CBP) tercatat mencapai 2 juta ton dan diperkirakan akan terus bertambah seiring panen raya yang berlangsung di berbagai daerah.

"Pemerintah terus memastikan ketersediaan beras nasional tetap aman, terutama di tengah berbagai tantangan global seperti perubahan iklim. Kami terus mendorong peningkatan produksi dalam negeri guna menjaga ketahanan pangan nasional,” ujar Arief, dalam keterangan resmi Kementan, dikutip Sabtu (1/3/2025).

Presiden Prabowo Subianto menetapkan swasembada pangan sebagai salah satu prioritas nasional. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman juga telah mewaspadai potensi krisis pangan global sejak lama. Oleh karena itu, berbagai strategi terus dijalankan untuk meningkatkan kapasitas produksi beras nasional, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian.

"Sejumlah langkah konkret telah dilakukan, termasuk penyediaan pompa air saat El Nino melanda tahun lalu, penyederhanaan distribusi pupuk bersubsidi, serta bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) dan benih unggul untuk petani,” jelas Arief.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional pada periode Januari-Maret 2025 diperkirakan mengalami peningkatan signifikan. Potensi produksi diperkirakan mencapai 8,67 juta ton, meningkat 52,32 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang tercatat sebesar 5,69 juta ton.

Di sisi harga, pemerintah juga terus menjaga keseimbangan antara petani dan konsumen. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kilogram, sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebesar Rp 12.500 per kilogram.

"Melalui kebijakan ini, diharapkan petani tetap memperoleh keuntungan yang layak, sementara masyarakat bisa mendapatkan beras dengan harga yang stabil dan terjangkau,” kata Arief.

Lonjakan harga beras menyebabkan pemerintah Jepang tengah mengevaluasi strategi ketahanan pangannya, termasuk mendorong pertanian berbasis komunitas agar masyarakat tetap berkontribusi dalam produksi pangan tanpa harus meninggalkan pekerjaan utamanya. "Di Indonesia, transformasi menuju pertanian modern terus diperkuat guna mengurangi ketergantungan pada impor dan memastikan ketahanan pangan jangka panjang. Tentu keberhasilan ini akan lebih optimal jika mendapat dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat,” ujar Arief, menutup pernyataannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement