Selasa 04 Feb 2025 18:18 WIB

Protes Keras Warga ke Bahlil: Dapur Kami Harus Ngebul

Bahlil menegaskan pemerintah ingin subsidi tepat sasaran.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/2/2025).
Foto: Biro Pers Setpres/Rusman
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia meninjau sejumlah pangkalan LPG pada Selasa (4/2/2025). Dari pagi hingga siang ia melihat langsung  situasi di lapangan.

Salah satu pangkalan yang ia datangi, terletak di Jalan Palem Raya, Cibodasari, Kota Tangerang. Di sebuah momen, Bahlil terlibat percakapan sejumlah warga. Dimulai dari seorang bapak yang menceritakan apa yang ia alami.

Baca Juga

Sudah dua pekan, ia mengaku kesulitan mencari LPG 3 kg. Ia mendengar perubahan regulasi. Pengecer bisa menjual lagi.

"Kalau memang dari pusatnya Rp 12.500 sampai ke kami Rp 20.000, pemerintah perhitungkan kah langkah dari distributor sampai ke pengecer, sampai ke konsumen berapa?"

"Kami tidak membela siapa yang mengambil keuntungan. Kami butuh, dapur kami harus ngebul. Kami jualan harus jalan, dan jangan dimiskinkan kami," kata warga tersebut, dengan nada tinggi.

Bahlil meresponsnya. Pertama-tama ia menjelaskan, anggaran subsidi LPG sekitar Rp 87 triliun per tahun. Target pemerintah yakni subsidi benar-benar tepat sasaran.

Masyarakat yang berhak menerima, membeli dengan harga terjangkau. "Tujuannya masyarakat tidak boleh beli lebih dari harga Rp 19 ribu atau Rp 20 ribu. Tapi yang terjadi? sebagian kita punya gas ini, dipakai untuk oplosan, dijual ke industri," jelas Menteri ESDM.

Bahlil melanjutkan, ada juga yang menjual per tabung Rp 25 ribu - Rp 30 ribu. Keadaan demikian, turut menjadi perhatian. Sehingga harus ditertibkan.

Awalnya Kementerian ESDM mengeluarkan aturan hanya pangkalan resmi Pertamina yang boleh menjual. Pasalnya, lewat pangkalan, pemerintah lebih mudah melakukan pengawasan. Rupanya, kebijakan tersebut menimbulkan gejolak di lapangan. 

"Mulai hari ini, pengecer menjadi sub pangkalan. Supaya lebih dekat dengan bapak-bapak dengan harga tetap Rp 19 ribu, maksimal Rp 20 ribu. Supaya negara bisa kontrol, tidak ada lagi yang menyalahgunakana LPG subsidi," tutur Bahlil.

Warga lainnya turut berbicara. Ia meminta apa pun kebijakan  pemerintah harus diperhitungkan dengan matang. Sehingga tidak membuat rakyat kebingungan dan kesulitan seperti ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement