Sabtu 25 Jan 2025 13:45 WIB

Usulan Kampus Bisa Kelola Tambang Sudah Sejak 2016

Kampus klaim bisa kelola tambang untuk tambahan subsidi silang biaya pendidikan

Rep: Bayu Adji/ Red: Intan Pratiwi
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Jawa Barat menggelar aksi Refleksi Pendidikan Jawa Barat, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (6/2/2023). Aksi tersebut di antaranya menuntut pembenahan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendidikan, sejahterakan nasib guru honorer, dan ciptakan pendidikan yang demokratis di Jawa Barat.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Jawa Barat menggelar aksi Refleksi Pendidikan Jawa Barat, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (6/2/2023). Aksi tersebut di antaranya menuntut pembenahan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendidikan, sejahterakan nasib guru honorer, dan ciptakan pendidikan yang demokratis di Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Dalam RUU Minerba, terdapat niatan untuk memberikan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko mengatakan usulan agar perguruan tinggi diberikan izin mengelola tambang telah disampaikannya kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi sejak 2016. Alasannya tak lain agar perguruan tinggi dapat menciptakan industri, yang dampaknya akan membuat biaya pendidikan berkurang.

"Usulan itu tidak disetujui Pak Jokowi. Saya usulkan lagi ke Pak Prabowo pada 2018. Itu pun karena Pak Prabowo tidak menjadi presiden, saya usulkan lagi ke Maret pada 2024," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Sabtu (25/1/2025).

Menurut dia, Aptisi tidak fokus untuk mengusulkan agar perguruan tinggi mendapatkan izin tambang. Lebih dari itu, Aptisi ingin agar perguruan tinggi bisa menerapkan pembelajaran kepada mahasiswa dengan berbasis industri yang ada.

Budi mencontohkan, pada periode 90-an Texmaco membuka pabrik mobik, tekstil, dan sebagainya. Namun, perusahaan itu tak hanya mengembangkan pabrik, melainkan juga mendirikan kampus di tengah industri tersebut.

"Nah mahasiswa langsung praktik di situ. Langsung praktek, mengerjakan semua industri. Bikin mobil, bikin tank baja, bikin bus, bikin truk. Mahasiswa langsung praktik, keluar jadi ekspert," kata Budi.

Atas dasar itu, Aptisi ingin perguruan tinggi di Indonesia menggunakan model factory university alias kampus berbasis industri. Dengan begitu, mahasiswa bisa langsung praktik tengah-tengah industri ada kampus.

"Jadi nanti kampus bisa membuka program studi nikel, batrai, emas, dan lain sebagainya. Agar sumber daya alam kita bisa dikuasai oleh Indonesia, bukan oleh asing," kata dia.

Menurut dia, hal itu juga bisa membuat sistem pendidikan bisa menjadi relevan dengan industri yang ada. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam.

"Agar perguruan tinggi relatif relevan dengan industri yang ada, khususnya masalah sumber daya alam," ujar Budi.

Ia meyakini, perguruan tinggi mampu untuk mengelola tambang. Asalkan, pemberian izin tambang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perguruan tinggi.

"Intinya begini, kalau konsesi itu dimiliki perguruan tinggi, perguruan tinggi kan bisa me-manage, dong. Jangan suka apriori," ujar dia.

Ia menjelaskan, dampak dari pengelolaan tambang itu akan membuat perguruan tinggi bisa berjalan tidak hanya dari uang mahasiswa, melainkan dari hasil industri yang dikelola. Ia juga mencontohkan banyak perguruan tinggi di Eropa dan Amerika yang telah menerapkan hal serupa.

"Tapi saya tidak bicara tentang tambang. Apapun bisa, gitu lo. Kebetulan saja ini dikaitkan dengan tambang," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement