Selasa 14 Jan 2025 00:50 WIB

DBS: Pasar Modal Awali Tahun dengan Langkah Berat, Ini Sebabnya

Rencana kenaikan tarif AS oleh Trump menekan pasar modal nasional.

Pekerja mengamati layar yang menampilkan data pergerakan perdagangan saham saat pembukaan perdagangan saham tahun 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Pada pembukaan  perdagangan saham 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)  dibuka hijau dengan menguat 30,21 poin atau 0,43 persen ke level 7110.114.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja mengamati layar yang menampilkan data pergerakan perdagangan saham saat pembukaan perdagangan saham tahun 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Pada pembukaan perdagangan saham 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka hijau dengan menguat 30,21 poin atau 0,43 persen ke level 7110.114.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senior Investment Strategist DBS Bank Joanne Goh memproyeksikan bahwa pasar modal Indonesia akan menghadapi kesulitan pada paruh pertama tahun ini. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan tarif perdagangan yang rencananya diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump.

“Bagi Indonesia, kami melihat akan mengalami kesulitan, terutama pada semester pertama, karena (kebijakan) Trump 2.0,” kata Joanne Goh dalam konferensi pers DBS CIO Insights 1Q25: Game Changers di Singapura, yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin (14/1/2025).

Baca Juga

Ia mengatakan dampak dari rencana kebijakan Trump tersebut sudah terlihat sejak akhir 2024 hingga awal 2025. Hal tersebut tercermin dari penguatan dolar AS terhadap rupiah serta peningkatan yield surat berharga pemerintah Amerika Serikat atau US Treasury.

“Secara komparatif, keadaan tersebut membuat aset (surat berharga) Indonesia menjadi kurang menarik dan kurang diminati,” ujar Joanne.

Namun, ia menuturkan bahwa situasi tersebut akan membaik pada semester kedua nanti dengan berbagai faktor pendorong, termasuk diversifikasi ekonomi untuk mengatasi dampak kebijakan tarif Trump.

Indonesia juga merupakan salah satu pemasok utama komoditas logam dan mineral dunia yang dapat menjadikannya sebagai pemain kunci dalam ekosistem mobil listrik dan komponen elektronik.

Sebagai anggota ASEAN yang memiliki potensi ekonomi besar tersebut, Joanne menyatakan bahwa Indonesia bisa mengambil keuntungan dari skema kerja sama China Plus One.

Selain itu, ia mengatakan bahwa Indonesia juga memiliki jumlah populasi yang besar sehingga dapat menjadi faktor positif dalam mendorong konsumsi domestik serta pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kami sebenarnya melihat bahwa ekonomi domestik dan saham domestik, salah satunya di sektor konsumen dan perbankan, dapat berkembang dengan baik,” imbuhnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia bakal berupaya mengajukan penurunan tarif dagang dengan Amerika Serikat (AS) melalui kerja sama bilateral antara kedua negara.

Upaya ini dilakukan sebagai langkah mitigasi terhadap kebijakan tarif impor di masa pemerintahan Donald Trump mendatang.

"Kita sedang meminta supaya akan ada kerja sama ekonomi secara bilateral, supaya tarifnya kita turunkan," kata Airlangga usai acara IBC Business Competitiveness Outlook 2025 di Jakarta, Senin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement