REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang akhir tahun 2024 ini masyarakat berharap-harap cemas atas berita kenaikan tarif PPN dari 11persen menjadi 12persen. Berbagai berita, artikel, opini, simpang siur terkadang membuat gaduh. Kekhawatiran akan harga-harga barang dan jasa yang naik di tahun depan mulai membayangi. Bagaimana kita harus menyikapinya? Di artikel kali ini, saya telah merangkum berbagai pertanyaan tentang PPN yang kemudian diluruskan sesuai data dan fakta.
Sebenarnya apa pengertian PPN dan berapa tarifnya?
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN secara singkat adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat dalam setiap jalur produksi dan distribusi. Sebelumnya, tarif PPN adalah 10persen. Namun, sesuai Pasal 4 angka 2 Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021 yang mengubah Pasal 7 ayat (1) UU PPN, tarif PPN adalah 11persen per 1 April 2022 dan tarif PPN naik menjadi 12persen per 1 Januari 2025 mendatang.
Apa tujuan dinaikannya tarif PPN pada UU HPP?
Mengutip dari laman pajak.go.id, kenaikan tarif PPN bertujuan untuk meningkatkan penerimaan serta keadilan dalam proses pemungutan PPN, namun pemerintah juga tetap mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kegiatan usaha yang masih dalam masa pemulihan pasca pandemi COVID-19, sehingga kenaikannya diatur dalam dua tahap dan tidak dalam waktu dekat.
Sembako akan kena PPN, apakah benar?
Sembako termasuk dalam barang yang tidak dikenai PPN (negative list Pasal 4A UU PPN), namun dalam UU HPP dipindahkan ke Pasal 16B yang antara lain mengatur barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Kesimpulannya sembako berubah kriteria dari negative list menjadi dibebaskan dari PPN. Maka kabar baiknya adalah sembako tetap tidak kena PPN.
Kalau makan dan minum di rumah makan apakah kena PPN, seperti yang tercantum di struk pembayaran?
Jangan keliru, pajak yang tercantum di struk pembayaran itu bukan PPN, tapi Pajak Restoran atau Pajak Bangunan 1 (PB1). Besar tarifnya memang sama dengan tarif PPN yang lama yakni 10persen. PB1 merupakan salah satu jenis pajak daerah, yang besarnya bervariasi di setiap daerah baik provinsi dan kabupaten/kota.
Apakah emas batangan kena PPN?
Sebagai salah satu instrument investasi, ada kekhawatiran masyarakat atas kenaikan harga emas batangan. Namun saat diperhitungkan, karena mendapat fasilitas emas batangan, PPN 11persen tersebut tidak PPN tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022. Maka masyarakat didorong untuk tetap berinvestasi di emas batangan, tanpa khawatir kena PPN.
Mengapa ada opini bahwa tarif PPN naik 1 persen tapi secara riil harga barang naik 9 persen ?
Ini cukup ramai di media sosial, Rumusnya adalah dengan mengurangi tarif PPN baru dengan tarif PPN lama dan kemudian dibagi tarif PPN lama : (12-11)/11 x 100 = 9,09. Namun perlu dibedakan antara selisih dan persentase kenaikan tarif PPN tersebut. Jika berbicara selisih tarif PPN maka kenaikan dari 11persen menjadi 12persen maka benar hanya selisih tarif 1persen. Ingat, PPN adalah salah satu komponen harga, maka apabila tarif PPN naik maka harga barang pasti juga naik. Tapi tidak pas apabila mengartikan kenaikan tarif PPN 1persen maka persentase harga barang juga akan naik 1persen, pasti lebih.
Apakah pernah ada berita tarif pajak turun, mengapa selalu naik?
Sebenarnya berbagai fasilitas dan insentif pajak telah dilakukan dan masih berlaku hingga sekarang, di antaranya:
- perluasan lapisan penghasilan yang dikenakan tarif terendah 5persen yang semula sebesar Rp50 juta menjadi Rp60 juta;
- pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta dan bagi penghasilan Rp 500 juta ke atas sampai dengan 4,8 miliar dikenakan tarif 0,5 Di sisi lain, orang pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 5 miliar dikenakan tarif tertinggi sebesar 35 persen;
- atas imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan, bagi pemberi, imbalan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, namun bagi penerima dikecualikan dari pengenaan PPh (dengan batasan tertentu); dan
- penurunan tarif PPh badan dari 25persen menjadi 22
Masih kurang banyak? Berikut berbagai kebijakan perpajakan lain di antaranya:
- fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan unit rumah susun untuk kepemilikan pertama dengan harga sampai dengan Rp5 miliar;
- fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) kendaraan Bermotor Listrik (KBL) dengan kandungan dalam negeri sebesar 40persen;
- fasilitas untuk industri pionir berupa pengurangan PPh badan untuk jumlah investasi dan jangka waktu tertentu;
- fasilitas IKN (Ibu Kota Nusantara);
- fasilitas penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan
- fasilitas bagi perusahaan yang melaksanakan program magang dan
Pemberian berbagai fasilitas tersebut diharapkan akan memberikan multiplier effect bagi perkembangan perusahaan pendukung industri di atas, yang pada akhirnya akan kembali kepada masyarakat.
Kamus sebelas, aku dua belas. Kamu ingin jawaban atas kenaikan PPN dari 11 ke 12, telah aku jawab dengan tuntas, hoax hempas. Menuju Indonesia Emas 2045, pajak kuat, Indonesia maju. Sampai jumpa di artikel perpajakan berikutnya.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.