Rabu 23 Oct 2024 21:00 WIB

Kementan Ungkap Dampak Penerapan EUDR bagi Pertanian Indonesia

Uni Eropa diperkirakan mengalihkan kebutuhan minyak sawit mereka ke Malaysia.

Petani memanen buah sawit di kebunnya di Desa Tibo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Ahad (10/9/2023).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Petani memanen buah sawit di kebunnya di Desa Tibo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Ahad (10/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian memperkirakan Indonesia akan kehilangan 2,17 miliar dolar AS atau Rp 30 triliun sampai Rp 50 triliun per tahun jika Indonesia tidak dapat memenuhi regulasi Uni Eropa terkait antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan, Muhammad Fauzan Ridha mengatakan kontribusi ekspor sawit Indonesia ke pasar Eropa mencapai sekitar 10 persen, menjadikan Indonesia sebagai pemasok kelapa sawit terbesar keempat di Eropa.

“Indonesia akan kehilangan pasar Uni Eropa, dan pada saat yang sama, Uni Eropa diperkirakan akan mengalihkan kebutuhan minyak sawit mereka ke Malaysia. Meski secara produksi, (Malaysia) masih jauh di bawah kita, hampir setengahnya, tetapi Malaysia secara pengelolaannya bisa dibilang patuh terhadap EUDR” kata Fauzan dalam diskusi publik Indef di Jakarta, Rabu (23/10/2024).

Fauzan mengatakan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai ekspor kelapa sawit pada 2023 mencapai 25,61 miliar dolar AS. Kelapa sawit juga berkontribusi 10,2 terhadap total nilai ekspor nasional, melampaui kontribusi sektor minyak dan gas bumi.

Ia menuturkan jika akses pasar sawit Indonesia ke Eropa terhambat, maka neraca perdagangan pertanian negara akan mengalami defisit signifikan. Pasalnya, komoditas sawit berkontribusi sebesar 75,8 persen terhadap total nilai ekspor komoditas perkebunan.

Selain berpotensi menurunkan devisa negara, Fauzan menyebut EUDR juga akan mengganggu penyerapan produksi kelapa sawit dari petani kecil, yang menguasai 41,3 persen areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Ia menambahkan aturan baru dari Uni Eropa ini juga berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja di sektor perkebunan.

Kementerian Pertanian mencatat terdapat 5,5 juta tenaga kerja langsung dan 17 juta tenaga kerja tidak langsung yang terlibat dalam industri kelapa sawit. “Mereka ini akan terdampak jika penyerapan produk sawitnya terganggu akses pasarnya,” kata dia.

Kementan mencatat total produksi minyak sawit nasional pada 2023 mencapai 51,98 juta ton. Uni Eropa telah mengumumkan penundaan penerapan EUDR yang semula 30 Desember 2024 ke tahun depan. Keputusan ini memberikan waktu tambahan bagi negara-negara produsen sawit, termasuk Indonesia untuk lebih mempersiapkan diri dalam memenuhi standar keberlanjutan yang ditetapkan oleh regulasi tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement