Rabu 23 Oct 2024 16:14 WIB

Prabowo Diyakini Bisa Wujudkan Swasembada dan Kedaulatan Pangan

Visi besar Presiden Prabowo harus mampu dijalankan oleh para pembantunya.

Rep: Agung Sasongko/ Red: Muhammad Hafil
Presiden Prabowo Subianto saat melantik menteri dan kepala lembaga tinggi negara Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). Presiden Prabowo melantik 53 menteri dan kepala badan negara setingkat menteri dalam Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden Prabowo Subianto saat melantik menteri dan kepala lembaga tinggi negara Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). Presiden Prabowo melantik 53 menteri dan kepala badan negara setingkat menteri dalam Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, optimis terhadap cita-cita Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dalam waktu empat sampai lima tahun ke depan.

Menurut Said, untuk dapat merealisasikan target tersebut, pemerintah perlu menerapkan strategi yang tepat guna mencapai apa yang dicita-citakan.

Baca Juga

“Tentu harapan perlu terus dihadirkan. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan model intervensi yang berbeda dari yang sebelumnya,” ujar Said, Rabu (23/10/2024).

Said menekankan bahwa visi besar Presiden Prabowo harus mampu dijalankan oleh para pembantunya, khususnya menteri yang membidangi masalah pangan. Jika gagal menerapkan strategi dan kebijakan yang tepat, maka peluang gagalnya pencapaian target semakin besar.

“Dengan strategi, program, dan kebijakan yang tepat, bukan tidak mungkin dalam satu periode kepemimpinan dapat tercapai, walaupun dalam ukuran yang realistis, untuk swasembada semua komoditas akan butuh waktu yang lebih lama dari lima tahun,” bebernya.

Lebih lanjut, Said menyampaikan bahwa selain kebijakan yang tepat, pemerintah juga harus fokus menargetkan swasembada komoditas apa yang ingin digarap.

“Target swasembada 4 sampai 5 tahun sebagai sebuah target ya sah saja. Namun demikian, tentu harus juga realistis dan intervensi harus tepat menjawab persoalan atau hambatan yang selama ini menjadi bottleneck-nya. Ini juga perlu jelas dulu komoditas atau pangan apa yang mau ditargetkan untuk swasembada, apakah merujuk pada beras atau semua komoditas pangan lainnya,” ungkapnya.

Said juga menekankan agar upaya pemerintah untuk mencapai swasembada pangan tidak menjadi tidak efektif dan efisien.

Ia menuturkan bahwa sebaiknya pemerintah tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi pangan, tetapi juga perlu memperhatikan kesejahteraan para petani.

“Upaya peningkatan produksi mutlak diperlukan, tetapi harus menjawab persoalan dan kebutuhan petani,” ucapnya.

Selain itu, Said mendorong agar peningkatan produksi tidak hanya mengandalkan hasil pertanian tertentu saja, melainkan juga mendorong para petani untuk mengembangkan produk unggulan pertanian lain yang menjadi ciri khas daerah masing-masing.

“Peningkatan produksi juga perlu diubah, tidak hanya terkonsentrasi pada komoditas terbatas. Kita punya banyak ragam pangan, rasanya menjadi keniscayaan jika kita terus mendorong produksi yang beragam sesuai konteks sumber daya yang dimiliki masing-masing wilayah,” katanya.

Lebih jauh, Said menyampaikan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan KRKP bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEB) Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani, pemerintah perlu melakukan lima hal.

Pertama, penguatan infrastruktur pendukung; kedua, melakukan riset dan pengembangan; ketiga, difusi inovasi teknologi di tingkat petani; keempat, pendampingan dan peningkatan kapasitas petani; dan kelima, penataan pasar yang menguntungkan petani.

“Kelima hal ini telah disimulasikan mampu memberikan perubahan yang nyata pada tingkat produksi dan pendapatan petani. Kelima hal ini harusnya dilakukan secara paralel,” ungkapnya.

Said juga menyampaikan bahwa pemerintah harus mau berinvestasi, tidak hanya pada infrastruktur, tetapi juga pada teknologi pertanian yang lebih modern.

“Dalam hal infrastruktur, tidak hanya soal bangunan fisik, misalnya irigasi, jalan, dan lainnya, tetapi juga kepastian soal lahan pertanian, input, teknologi, dan pengetahuan,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement