Rabu 16 Oct 2024 14:45 WIB

Sri Mulyani Jadi Menkeu Prabowo, Ekonom Senior Beri Pesan Ini 

Instrumen kebijakan fiskal selama ini belum dioptimalkan untuk meningkatkan belanja.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Presiden Terpilih Prabowo Subianto memanggil sejumlah tokoh yang diyakini bakal menjadi calon menteri/kepala lembaga negara untuk pemerintahan baru ke depan.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Presiden Terpilih Prabowo Subianto memanggil sejumlah tokoh yang diyakini bakal menjadi calon menteri/kepala lembaga negara untuk pemerintahan baru ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior dari Center of Reform on Economics (Core Indonesia) Hendri Saparini angkat bicara mengenai pemanggilan sejumlah menteri-menteri ekonomi Joko Widodo (Jokowi) oleh presiden terpilih, Prabowo Subianto. Hendri menyoroti nama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang digadang-gadang akan kembali menduduki posisi Menkeu di era pemerintahan Prabowo. 

"Saran saya, pendekatan di dalam memanfaatkan kebijakan fiskal itu harus diubah," ujar Hendri dalam seminar nasional bertajuk "Urgensi Industrialisasi Dalam Mencapai Target Pertumbuhan 8 Persen" di Hotel Morrissey, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Baca Juga

Hendri menyampaikan instrumen kebijakan fiskal selama ini belum dioptimalkan untuk meningkatkan belanja maupun pendapatan negara. Hendri berharap Sri Mulyani dapat lebih agresif mengoptimalkan kebijakan fiskal dalam mendorong perekonomian negara. 

"Mestinya revenue, mau pendapatan atau belanja, itu harus didesain untuk bisa mendorong ekonomi," ucap Hendri. 

Hendri mencontohkan program bantuan sosial (bansos) sembako yang sejatinya bisa punya dampak ekonomi besar. Salah satunya dengan melibatkan produk UMKM. 

"Misalnya, ada paket sembako, nilainya mungkin Rp 50 triliun lebih. Harus diubah, isinya wajib itu adalah produk-produk lokal jadi bisa menggerakkan ekonomi," sambung Hendri. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement