REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pandemi Covid-19 yang turut mempengaruhi jumlah kehadiran wisatawan mendorong Pusat Pariwisata Islam (Islamic Tourism Center/ITC) Malaysia menggelar “Islamic Tourism Month” (ITM) 2024 untuk membantu mengembalikan geliat pariwisata negara ini.
Direktur Jenderal Pusat Pariwisata Islam Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya Malaysia Nizran Noordin saat ditemui di KL Tower, Kuala Lumpur, Selasa (3/9/2022), mengatakan untuk kedua kalinya mereka menggelar ITM setelah setahun sebelumnya juga dilaksanakan. Kali ini dengan persiapan yang lebih matang, ia mengatakan program yang menonjolkan berbagai dan warna-warni Pariwisata Islam serta Pelayanan Ramah Muslim dilaksanakan selama lebih dari satu bulan, yakni dari 16 Agustus sampai dengan 30 September.
Selain itu, menurut Nizran, jumlah pelaku usaha dan pemberi jasa pariwisata di sana yang berpartisipasi dalam program tersebut lebih banyak menjadi lebih dari 200 mitra strategis jika dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah sekitar 125 saja. ITM 2024, kata dia, memang diadakan untuk mendorong pelaku usaha pariwisata di Malaysia kembali gencar memasarkan produk dan jasanya setelah pandemi yang membuat jumlah kunjungan wisatawan ikut turun. Sesudah pintu masuk negara mulai dibuka pada April 2022, program Islamic Tourism mulai digelar yang saat itu diadakan selama dua minggu saja.
Kali ini, ia mengatakan setidaknya ada 10 kategori kegiatan dan promosi yang menyasar wisatawan dan pengusaha domestik maupun internasional. Mulai dari akomodasi, paket wisata, spa dan kesehatan, pusat perbelanjaan, makanan dan minuman, acara dan pameran atraksi wisata, program masjid, “Masjid Open Day”, seminar dan sesi pelatihan, serta wisata kesehatan. Sorotan utama ITM 2024, menurut dia, adalah jaringan hotel dengan Jaminan dan Pengakuan Pariwisata dan Perhotelan Ramah Muslim (Muslim-Friendly Tourism and Hospitality Assurance and Recognition/MFAR) yang merupakan pengakuan dari sistem pemeringkatan bintang ITC Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya Malaysia (MOTAC), yang merupakan sertifikat pengakuan pariwisata islami pertama di dunia yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah.
Kaitannya dengan pariwisata yang ramah Muslim, sama halnya dengan Indonesia memiliki penduduk mayoritas memeluk Islam, ia mengatakan tentu bukan hanya makanan dan minuman halal saja yang sepatutnya dikembangkan untuk mendorong minat wisatawan. Jasa pendukung lain seperti perhotelan, restoran, kantor. ITC juga sedang mendorong agar semakin banyak pemain sektor pariwisata untuk bergabung dengan program MFAR yang dikembangkan pada 2019, ujar Nizran. Mereka menargetkan setidaknya 350 ribu premis akan memiliki logo MFAR di seluruh Malaysia.
Kepala Pengembangan Bisnis Divisi Pengembangan Bisnis Menara KL Sdn Bhd Aemizureen Kamarudin mengatakan KL Tower Malaysia menjadi salah satu premis yang juga mendukung program ITM tersebut karena memang ramah Muslim, mengingat restoran mereka yang ada di atas tower itu tidak menyajikan minuman beralkohol.
Jumlah pengunjung KL Tower dari Indonesia pada Januari hingga Agustus 2024 telah mencapai 13.343 orang. Sedangkan pada 2023 akumulasi wisatawan asal Indonesia yang mengunjungi tower telekomunikasi tertinggi di negara-negara anggota ASEAN itu mencapai 21.485 orang.
Berdasarkan data Dinar Standar, total wisatawan Muslim global 2019 mencapai 200,3 juta, sedangkan menurut MasterCard-CrescentRating mencapai 160 juta orang. Pengeluaran mereka mencapai 194 miliar dolar AS (sekitar Rp3 kuadriliun), meningkat dari 2018 yang hanya mencapai 184 miliar dolar AS (sekitar Rp2,8 kuadriliun). Di Malaysia, tercatat 4,5 juta total turis Muslim pada 2023, dengan pengeluaran mencapai RM14,7 miliar (sekitar Rp52,2 triliun). Turis Muslim terbanyak yang datang ke Malaysia secara berurutan, yakni Indonesia, Singapura, Brunei, Pakistan, dan India.