Ahad 04 Aug 2024 11:08 WIB

BBM Bersubsidi Bakal Dibatasi? Pemerintah Diminta Cermati Hal Ini

Ia menyinggung terbatasnya kuota penyaluran BBM bersubsidi itu.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal merespons isu pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Beberapa pekan lalu, sejumlah menteri terkait berbicara mengenai hal itu.

Faisal menerangkan konteksnya adalah pemerintah menghindari supaya BBM subsidi ini tidak dinikmati orang kaya. Sehingga penyalurannya bisa tepat sasaran ke golongan masyarakat menengah ke bawah. Ia menyinggung terbatasnya kuota penyaluran BBM bersubsidi itu.

Baca Juga

"Jangan sampai over kuota. Terlewati seperti tahun 2022 sehingga kalau sudah habis kuotanyanya, malah harganya dinaikkan semua secara umum dan artinya kalau demikian berarti semuanya kena dari yang kaya sampai yang miskin," kata Faisal kepada Republika.co.id, Sabtu (3/8/2024).

Ia menilai sudah lama ada usulan agar pemerintah mencari inovasi yang efektif terkait pembatasan penggunaan BBM bersubsidi itu. Ia mengetahui aplikasi My Pertamina di lapangan. Namun, menurut dia, secara sistem belum meyakinkan. 

Pemerintah, lanjut Faisal, mengantisipasi kebocoran atau hal-hal yang tidak efektif dalam praktik penyaluran BBM bersubsidi ini. Terutama di daerah-daerah seperti Kalimantan dan Sumatera, pengawasannya agak susah.

"Bahkan cenderung tidak aman dari pihak-pihak tertentu yang punya power, mereka memaksakan tetap membeli bensin bersubsidi padahal mereka tidak layak (menerimanya)," ujar Direktur Eksekutif CORE  Indonesia ini.

Oleh karenanya, pembatasan BBM bersubsidi sesuatu yang niscaya. Pada saat yang sama, menurut Faisal, perlu kehati-hatian dalam menerapkannya. Ini terkait sistem pengaturan di lapangan.

Sistemnya, kata dia, harus betul-betul matang. Dari pendataan secara digital, lalu pengontrolan, monitoring dan evaluasi (monev), Sehingga bisa efektif penerapan kebijakan pengetatan tersebut.

"Nah itu yang coba dilakukan oleh pemerintah. Memang sepertinya belum ada kesepakatan suara, antar Kementerian/Lembaga. Kalau saya pembatasan ini perlu, tapi tidak harus buru buru sekarang timingnya. Harus betul betul matang ya, supaya untuk menghindari terjadinya masalah baru," ujar Faisal.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembelian Pertalite bagi pengguna sepeda motor bakal tetap berjalan normal. Menurut Luhut, langkah tersebut diambil meski pemerintah tengah melakukan berbagai langkah untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran.

Saat ini pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) memang tengah berupaya menyalurkan BBM subsidi seperti pertalite dengan tepat sasaran. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah dengan mendata masyarakat yang menggunakan Pertalite.

Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengatakan langkah pendataan pengguna Pertalite ini diambil sebagai upaya perusahaan untuk mencatat transaksi BBM penugasan secara lebih baik dan transparan.

"Perluasan wilayah ini dilakukan secara bertahap mulai di 190 kota/kabupaten wilayah Jamali dan sebagian Non Jamali, kemudian untuk provinsi lainnya atau sebanyak 283 kota/kabupaten lainnya akan menyusul di tahap berikutnya," kata Heppy dalam keterangan resminya, Selasa (23/7/2024).

Sebelumnya, Menko Marves sempat mengeluarkan pernyataan terkait wacana pembatasan BBM Bersubsidi mulai 17 Agustus 2024 ini. Menteri ESDM, Arifin Tasrif menegaskan, belum ada pembahasan mengenai hal itu. Saat ini, sedang dipertajam data dan  kendaraan yang diperbolehkan membeli BBM subsidi.

Arifin menuturkan, pemerintah tengah memproses revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Ada tiga kementerian yang membahas revisi perpres tersebut, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sementara pembahasan secara lebih lanjut akan diatur dalam peraturan menteri (permen).  "Ya nanti kan kita ajukan melalui Permen, tapi kan memang harus tepat sasaran, mana yang memang (harus terima), kendaraan jenis apa yang dapat. Kalau yang komersial nggak," ujar Arifin.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku akan mendiskusikan lagi wacana pembatasan BBM bersubsidi itu. Begitu juga revisi PP Nomor 191 Tahun 2014. 

"Belum goal, kita mesti rapat, dirapatkoordinasikan dulu. Tentu ada perhitungan konsekuensi fiskal juga ada," tutur Airlangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement