REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keputusan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menerima izin usaha tambang dari pemerintah menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Menanggapi keputusan ormas keagamaan tersebut, ekonom mengingatkan adanya risiko ke depan, kaitannya dengan dampak aktivitas pertambangan terhadap potensi terjadinya bencana alam.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finace (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, dari sisi konteks ekonominya, memang salah satu sumber ekonomi Indonesia adalah dari mineral dan tambang. Sektor tersebut merupakan tulang punggung devisa bagi negara, terutama dari batu bara.
“Tapi yang mungkin memang terlupakan ketika bicara potensi adalah risk-nya. Risiko ekonominya juga tinggi,” kata Eko ketika ditemui di sela acara Economic Gathering ‘The Urgency of Investing in Children during Prabowo Presidency’ yang digelar di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Eko menjelaskan, risiko utamanya yakni mengenai ekonomi dunia yang saat ini sedang bergerak menuju langkah go green. Di samping itu juga, pemulihan dan rehabilitasi lahan atau reklamasi tambang di Indonesia masih sangat minim.
“Kalau misal risiko tertinggi adalah kerusakan lingkungan, bagaiman nanti exit strategy-nya. Oke sekarang Muhammadiyah, atau NU, sudah menerima, sekarang pikirkan bagaimana nanti kejadian, dampak lingkungan kan tidak langsung terjadi, lima tahun baru bisa ada banjir dan lain-lain,” tuturnya.
“Itu pasti akan ada respons masyarakat, nah itu harus dipikirkan jangan sampai keresahan yang terjadi tidak dimitigasi kalau misalkan ternyata nanti terjadi karena tidak mudah good mining practices itu,” lanjutnya.
Selain dampak pada lingkungan, Eko melanjutkan risiko lainnya mengenai jenis tambang yang tidak bisa berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang, seperti energi fosil. Itu seiring dengan semakin terbatasnya pasokan dan berpotensi punah dalam beberapa tahun mendatang.
“Mineral, tambangnya sebetulnya pada beberapa aspek sedang berkurang, misalnya nanti dikasih IUP-nya tambang batu bara atau fosil, itu ada risiko ke depan semakin tidak digunakan. Tapi kalau mungkin mineral kritis, seeprti nikel, itu mungkin lebih prospektif karena mendukung misalnya solar panel, dan lain-lain,” terangnya.
Secara gamblang, Eko berpendapat bahwa dirinya menyayangkan PP Muhammadiyah menerima konsesi atau pemberian izin tambang dari pemerintah. Tawaran tersebut memang menggiurkan secara ekonomi, namun kurang tepat jika dikelola oleh ormas keagamaan yang berfungsi sebagai penjaga bagi pemerintah.
“Sejauh yang saya tahu peran ormas-ormas keagamaan ini lebih strategis ketika berada di luar pagar dari IUP, karena katakanlah begitu arah perjalanan bangsa agak melenceng dengan cepat kan dia independen. Independensi ini mahal sekali untuk mengingatkan pemerintah. Dengan begini, aspek independensinya akan dipertanyakan, reputasi dipertaruhkan,” kata Eko.