Selasa 09 Jul 2024 19:11 WIB

Faktor Defisit Anggaran yang Melebar Kuatkan Rupiah ke Level Rp 16.251

Dolar AS yang melemah mendorong penguatan rupiah hari ini.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Mata uang rupiah mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Selasa (9/7/2024) sebesar 6,50 poin atau 0,04 persen menuju level Rp 16.251 per dolar AS.
Foto: Dok Republika
Mata uang rupiah mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Selasa (9/7/2024) sebesar 6,50 poin atau 0,04 persen menuju level Rp 16.251 per dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang rupiah mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Selasa (9/7/2024) sebesar 6,50 poin atau 0,04 persen menuju level Rp 16.251 per dolar AS. Penguatan itu terjadi seiring dengan adanya sejumlah sentimen positif yang memengaruhinya, baik dari eksternal maupun internal.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, sentimen eksternal yang menguatkan rupiah adalah seiring dengan pelemahan dolar AS. Pelemahan dolar AS terjadi karena data yang lemah di pasar tenaga kerja AS. Data itu membuat para pedagang bertaruh bahwa Ketua The Federal Reserve Jerome Powell akan memberikan pernyataan dovish selama dua hari kesaksiannya di hadapan Kongres yang dimulai pada Selasa.

Baca Juga

“Meskipun Powell baru-baru ini mencatat kemajuan menuju disinflasi, ia juga mengatakan bahwa The Fed masih memerlukan kepercayaan lebih untuk mulai menurunkan suku bunga,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (9/7/2024).

Ibrahim menyebut, selain Powell, para pejabat Fed lainnya juga akan memberikan pidatonya pekan ini. Data utama inflasi indeks harga konsumen juga tersedia, dan kemungkinan besar akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga The Fed.

“Para pedagang saat ini menetapkan peluang sekitar 76 persen untuk penurunan suku bunga pada pertemuan The Fed bulan September, naik dari 64 persen pada minggu lalu, menurut FedWatch Tool dari CME Group,” tuturnya.

Sementara sentimen internal penguatan rupiah dipengaruhi oleh diantaranya kondisi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperkirakan bakal melebar menjadi 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau mencapai Rp609,7 triliun pada akhir 2024. Proyeksi defisit tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan target awal dalam APBN 2024 yang sebesar Rp 522,8 triliun atau setara dengan 2,29 persen dari PDB.

Defisit tersebut dikarenakan belanja negara yang diperkirakan melonjak mencapai sebesar Rp 3.412,2 triliun pada akhir 2024, dari pagu awal sebesar Rp 3.325,1 triliun. Sementara itu, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 2.802,5 triliun pada akhir 2024, naik tipis dari target awal Rp 2.802,3 triliun.

“Dengan perkembangan tersebut, pembiayaan anggaran untuk menutup tambahan defisit tersebut diperkirakan sebesar Rp 609,7 triliun. Oleh karena itu, pemerintah akan menambah utang baru untuk menutup selisih defisit tersebut melalui tambahan penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp100 triliun, bukan lewat utang baru. Namun melalui penerbitan surat berharga Negara (SBN) hingga akhir 2024 akan tetap rendah,” jelasnya.

Dengan melihat tren rupiah serta berbagai sentimen yang memengaruhi pergerakan mata uang Garuda terhadap dolar AS, Ibrahim memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak melemah dan kembali ke level Rp16.300 per dolar AS.

“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.270—Rp 16.330 per dolar AS,” tutupnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement