REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, biaya produksi menjadi faktor penyebab tingginya harga gabah dan beras di masyarakat. Untuk menjaga keseimbangan harga dan pasokan, Bapanas terus menyesuaikan harga eceran tertinggi (HET)
“Tingginya harga gabah dan beras di masyarakat disebabkan oleh besaran biaya produksi yang antara lain mencakup biaya sewa lahan, upah tenaga kerja, pupuk, dan lain sebagainya,” kata Arief dalam keterangan di Jakarta, Senin (3/6/2024)
Untuk itu, lanjut Arief, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan guna mewujudkan kewajaran harga di setiap tingkatan baik produsen, pedagang, maupun masyarakat dengan menetapkan HET sesuai dengan kondisi kekinian.
"Sebagaimana telah disampaikan bapak Presiden (Joko Widodo) tingginya HET beras memang disesuaikan dengan biaya produksi sehingga pemerintah dapat menjamin keseimbangan dan kewajaran harga di seluruh tingkatan,” jelas Arief.
Bapanas juga berupaya menjaga harga gabah di tingkat petani dengan memberlakukan fleksibilitas kepada Perum Bulog untuk harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) menjadi Rp 6.000 per kilogram (kg) dari sebelumnya Rp 5.000 per kg. “Kita harus bisa memaklumi dan terus mendukung petani agar dapat terus berproduksi," ucap Arief.
Pemerintah melalui Bapanas kembali memperpanjang relaksasi HET beras medium dan premium, sembari menunggu adanya regulasi Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) mengenai hal itu. “Perpanjangan relaksasi HET beras ini diberlakukan pada hari ini sampai regulasi baru terkait HET dalam bentuk Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) sebagai perubahan Perbadan 7 tahun 2023 terbit," kata Arief.
Ia menyampaikan kebijakan itu diambil sebagai langkah strategis untuk memastikan stabilitas pasokan dan harga beras di pasar tradisional serta ritel modern di seluruh Indonesia.
Melalui surat Kepala Badan Pangan Nasional kepada pemangku kepentingan perberasan Nomor 160/TS.02.02/K/5/2024 tertanggal 31 Mei 2024, perpanjangan Relaksasi HET beras premium dan beras medium berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Badan Pangan Nasional tentang Perubahan atas Perbadan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.
Contoh besaran relaksasi HET beras premium di sejumlah wilayah, antara lain, untuk Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan relaksasi HET sebesar Rp 14.900 per kilogram (kg) dari HET sebelumnya sebesar Rp 13.900 per kg. Kemudian untuk Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung relaksasi HET sebesar Rp 15.400 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.400 per kg.
Selanjutnya, Bali dan Nusa Tenggara Barat relaksasi HET sebesar Rp 14.900 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 13.900 per kg. Nusa Tenggara Timur relaksasi HET sebesar Rp 15.400 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.400 per kg.
Sulawesi relaksasi HET sebesar Rp 14.900 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 13.900 per kg. Kalimantan relaksasi HET sebesar Rp 15.400 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.400 per kg.
Kemudian, Maluku relaksasi HET sebesar Rp 15.800 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.800 per kg. Kemudian Papua relaksasi HET sebesar Rp 15.800 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.800 per kg.
Sementara untuk beras medium, relaksasi HET untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan relaksasi sebesar Rp 12.500 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 10.900 per kg.
Kemudian Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung relaksasi HET sebesar Rp 13.100 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 11.500 per kg.
Selanjutnya, Bali dan Nusa Tenggara Barat relaksasi HET sebesar Rp 12.500 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 10.900 per kg. Nusa Tenggara Timur relaksasi HET sebesar Rp 13.100 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 11.500 per kg.