Kamis 30 May 2024 13:59 WIB

Publik Skeptis Terhadap Tapera, Pemerintah Diminta Jelaskan Jika Benar Bermanfaat

Program Tapera dinilai butuh sosialisasi lebih masif terkait manfaatnya.

Pekerja melakukan perbaikan halaman salah satu rumah bersubsidi di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, Senin (19/2/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja melakukan perbaikan halaman salah satu rumah bersubsidi di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, Senin (19/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banyaknya fraud di badan pengelola keuangan menjadi salah satu pemicu tingginya skeptisisme publik terhadap program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Karena itu, program pembiayaan perumahan layak milik pemerintah tersebut dinilai butuh sosialisasi lebih masif karena tidak mungkin untuk diterapkan dalam waktu dekat.

“Kami menilai butuh waktu agar Program Tapera bisa diterapkan di lapangan. Publik masih terngiang kasus penyalahgunaan dana masyarakat yang dikelola badan pengelola keuangan seperti kasus Jiwasraya, Taspen, hingga Asabri. Kami berharap pemerintah melakukan sosialisasi masif atas keuntungan dan jaminan jika Program Tapera benar bermanfaat bagi pesertanya,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi dalam keterangannya, Kamis (30/5/2024). 

Baca Juga

Pemerintah diketahui berencana memotong gaji setiap pekerja di sektor formal untuk pelaksanaan program Tapera. Jika sebelumnya kepesertaan atau kewajiban pemotongan upah untuk Tapera baru menyasar pegawai negeri sipil, kini muncul mandatori perluasan kepesertaan Tapera ke penerima upah alias pegawai atau karyawan swasta serta BUMN/BUMD/BUMDes, TNI/Polri.

Fathan mengatakan, pro-kontra yang terjadi di tengah masyarakat terkait Program Tapera tergolong wajar. Bagi pengusaha pengembang perumahan, program ini dinilai menjadi jawaban atas terjadinya backlog atau defisit perumahan layak bagi masyarakat. Namun, sebagian masyarakat menilai program ini hanyalah akal-akalan pemerintah untuk mendapatkan dana publik secara cepat.

“Bagi karyawan atau pekerja yang sudah punya rumah atau yang belum berencana memiliki hunian permanen, tentu mempertanyakan kewajiban pemotongan gaji untuk Tapera ini, apa manfaatnya bagi mereka” ujarnya. 

Banyaknya kasus fraud di badan pengelola keuangan, kata Fathan, juga menjadi ganjalan bagi publik untuk ikut Program Tapera. Menurutnya, publik akan mengaitkan penyalahgunaan dana peserta oleh pengelola dalam kasus Taspen, Asabri, maupun Jiwasraya dengan keamanan Program Tapera. 

“Apalagi dalam berbagai kasus penyalahgunaan dana di badan pengelola keuangan seperti Taspen, Asabri, dan Jiwasraya, nasabah yang banyak dirugikan. Mereka harus mengejar uang mereka sendiri karena ketidakjelasan jaminan dari pemerintah,” ujar politisi PKB dari Dapil Jateng II tersebut.  

Kepercayaan publik, kata Fathan, perlu dibangun sehingga mereka tidak curiga akan manfaat dana Tapera untuk menyediakan dana murah bagi kepemilikan rumah layak huni. Apalagi defisit perumahan layak huni di Indonesia masuk relatif besar. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2023, kekurangannya mencapai  12,7 juta unit.

“Secara normatif tujuan Program Tapera ini memang baik, kendati demikian ketika bersifat mandatori keikutsertaannya maka harus ada penjelasan komprehensif karena mengikat semua pekerja dan kalangan usaha,” ujar Fathan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement