Selasa 21 May 2024 17:40 WIB

Kenali Kompleksitas Bisnis Keluarga dan Tata Kelolanya

Perbedaan kompleksitas keluarga dan bisnis memerlukan strategi yang berbeda.

Blue Bird, salah satu perusahaan keluarga terkemuka di Indonesia.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Blue Bird, salah satu perusahaan keluarga terkemuka di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor Bisnis Keluarga Peter Lorange The International Institute of Management and Development (IMD), Marleen Dieleman, memperkenalkan kerangka GRID, Governance Risk Identifier (Pengidentifikasi Risiko Tata Kelola) untuk menjadi tolok ukur bisnis keluarga untuk menerapkan tata kelola yang relevan. Kerangka GRID ini dibagi menjadi empat kuadran untuk membedakan tingkat kompleksitas bisnis dan keluarga.

Keempat kuadran itu akan memberikan solusi tata kelola yang tepat. Pertama, bisnis sederhana, keluarga sederhana.

Baca Juga

Cirinya ialah bisnis terfokus, sedikit anggota keluarga terlibat. "Banyak restoran keluarga di Indonesia yang termasuk dalam kategori ini," ungkap dia melalui keterangan tulis kepada REPUBLIKA, Selasa (21/5/2024).

Sistem tata kelola sederhana untuk bisnis dan keluarga ini sudah cukup.

 

Kedua, bisnis sederhana, keluarga kompleks. Cirinya, bisnis relatif sederhana, tapi banyak anggota keluarga yang terlibat dalam pengelolaan, kepemilikan, atau keduanya. Misal, pendiri mempunyai banyak anak dan cucu, semua ikut terlibat bersama pasangannya.

Solusinya, perlu koordinasi antaranggota keluarga untuk menghindari kesalahpahaman. Konstitusi keluarga diperlukan sebagai dasar kepemilikan, pengelolaan dan hierarki bisnis. "Pembentukan dewan keluarga pun bisa membantu pengambilan keputusan bersama," kata Dieleman.

Ketiga, bisnis yang rumit, keluarga sederhana. Cirinya, bisnis besar, terdiversifikasi, dan mungkin bersifat global, tapi hanya satu atau beberapa anggota keluarga yang terlibat. Hal terjadi ketika bisnis yang dikelola pendiri tunggal berkembang pesat tapi tidak ada penerus atau anggota keluarga tidak tertarik meneruskan.

Solusinya, tingkatkan tata kelola dan profesionalitas bisnis, berinvestasi untuk mengangkat manajerial yang andal agar tak tergantung pada kelangkaan sumber daya dari keluarga. "Tata kelola keluarga dalam bentuk konstitusi atau dewan keluarga kurang relevan untuk kategori ini," kata dia.

Keempat, bisnis yang rumit, keluarga yang kompleks. Cirinya, jenis usaha konglomerasi besar yang beroperasi di berbagai industri atau di banyak negara, dan merupakan perusahaan terbuka. Anggota keluarga multi generasi ikut bergabung dalam perusahaan, dengan tingkat kepemilikan dan peran yang berbeda-beda. Tipe ini dimiliki oleh banyak konglomerat besar Indonesia saat ini.

Solusinya, perlu investasi signifikan terhadap tata kelola perusahaan dan aturan keluarga untuk memperjelas ekspektasi tiap anggota keluarga. Tanpa investasi semacam ini, bisnis keluarga jenis ini berisiko menjadi tidak stabil dan didukung oleh perseteruan keluarga.

Menurut Dieleman, perbedaan kompleksitas keluarga dan bisnis memerlukan strategi yang berbeda. Apa yang berhasil untuk bisnis keluarga kecil belum tentu berhasil untuk konglomerat raksasa yang melibatkan lebih banyak anggota keluarga.

Berdasarkan laporan PwC, 95 persen perusahaan di Indonesia adalah bisnis milik keluarga. Dominasi perusahaan keluarga ini tak hanya berasal dari perusahaan kecil.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement