REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan penyakit defisiensi mineral yang terjadi pada sapi potong lokal membuat produksi daging sapi menjadi kurang optimal.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari menyampaikan, pemberian pakan hijau dalam jumlah terbatas menyebabkan sapi potong mengalami defisiensi mineral. "Produksi sapi di Indonesia masih terbilang belum besar, padahal permintaan sapi domestik sangat banyak," ujarnya.
Pakan hijau yang tumbuh di tanah miskin unsur mineral, daerah beriklim kering, daerah berpasir, dan daerah lahan gambut memiliki kandungan mineral yang sedikit.
Pada tanah dengan pH 8 akan terjadi defisiensi mineral jenis besi, mangan, dan zink. Sedangkan tanah dengan kadar pH 5 terjadi defisiensi tembaga.
Puji mengatakan, ada lebih dari 80 persen peternak sapi potong memberikan pakan hijau berupa rumput dan dedaunan. Jumlah mineral yang tersedia dalam pakan hijau sangat terbatas, sehingga sapi kurang berkembang dengan baik akibat defisiensi mineral.
Penyakit itu membuat hewan ternak kehilangan nafsu makan, bobot tubuh menurun, daya tahan tubuh menurun, anak sapi yang lahir lemah, tingkat kematian anak sapi tinggi, hingga kemandulan.
"Hal itu membuat laju pertumbuhan sapi kurang optimal, sehingga defisiensi mineral merupakan salah satu penyebab masih rendahnya produksi sapi di dalam negeri," kata Puji.
Angka produktivitas sapi potong yang masih rendah itu menyebabkan Indonesia harus mengimpor daging sapi dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), populasi sapi potong di Indonesia pada 2016 hingga 2022 menunjukkan grafik yang cenderung stagnan.
Pada 2016, populasi sapi potong di Indonesia sebanyak 16 juta ekor dan terus bertumbuh secara positif hingga mencapai 17.98 juta ekor pada 2021. Namun, pada 2022 populasi sapi potong justru mengalami pertumbuhan negatif sebanyak 0,73 juta ekor.
Volume impor daging sapi tercatat sebanyak 170.304 ton pada 2020, meningkat sebanyak 214.658 ton pada 2021, dan kembali bertambah menjadi 228.790 juta ton pada 2022.
Puji menyampaikan berbagai aksi kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk mendongkrak produksi daging sapi di Indonesia.