Ahad 21 Apr 2024 05:30 WIB

Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Indonesia Diharap Hindari Wilayah Konflik

Dampak paling terasa adalah kenaikan harga bahan bakar.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Lida Puspaningtyas
Warga mengisi BBM. Kenaikan harga minyak global jadi imbas potensial karena perang.
Foto: Pertamina Patra Niaga
Warga mengisi BBM. Kenaikan harga minyak global jadi imbas potensial karena perang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF Eisha Maghfiruha mendorong agar kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia ke depan perlu ditujukan ke kawasan yang tidak terpengaruh peran atau konflik. Hal ini disampaikannya agar perekonomian Indonesia tidak terpengaruh adanya kondisi geopolitik global.

"Kebijakan perdagangan luar negeri kita mungkin arahnya nanti agar lebih tidak ke arah yang kawasan yang mungkin memiliki risiko perang dan konflik yang tinggi gitu ya," ujar Eisha dalam  Diskusi Publik: Ekonom Perempuan INDEF Bicara Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global, Sabtu (20/4/2024).

Baca Juga

Meski konflik geopolitik tidak dapat diprediksi, tetapi Indonesia bisa memilih negara yang potensi terjadinya konfliknya rendah. Menurutnya, Indonesia bisa fokus ke negara kawasan Asia Pasifik, Indo Pasifik, maupun Asia Tenggara.

"Seperti Jepang China Korea Selatan ASEAN dan India dan untuk negara-negara tujuan ekspor itu juga bisa kita terus ya mencari bagaimana ke arah negara-negara tujuan yang non tradisional," ujarnya.

Eisha melanjutkan, konflik geopolitik global yang belakangan terjadi mulai dari Rusia Ukraina, Israel di Gaza hingga Iran versus Israel memiliki dampak bagi perekonomian global termasuk Indonesia. Dampak paling terasa adalah kenaikan harga bahan bakar yang berdampak pada melonjaknya komoditas lainnya.

"Sebagai importir energi dari bahan bakar, minyak bumi ini tentu Indonesia sangat was-was terhadap kenaikan harga yang sangat tinggi," ujarnya.

Pemerintah juga diminta untuk terus menjaga daya beli masyarakat dengan mengendalikan harga-harga maupun tingkat inflasi nasional. Untuk itu, perlu antisipasi dan mitigasi kebijakan ekonomi untuk memastikan stabilitas dan tercapainya pertumbuhan ekonomi.

"Daya beli masyarakat itu harus dijaga. kalau kita lihat disini ritel sale itu sebenarnya masih didominasi oleh bahan bakar kendaraan bermotor ya. Kalau misalnya harganya melonjak tinggi baik itu mungkin karena depresiasi nilai tukar Rupiah yang tinggi atau misalnya harga minyak oil yang nanti akan melonjak ketika eskalasi eksternal ini sangat tinggi, maka ini pasti akan berdampak terhadap daya beli," ujarnya

Karena itu, Pemerintah diharapkan berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk menyusun kebijakan yang tepat. Menurutnya, kenaikan harga dipincu terhambatnya rantai suplai akibat konflik. Ia mencontohkan, distribusi logistik yang lebih panjang dan lama karena menghindari wilayah konflik.

"Sehingga menjaga stabilitas ekonomi penting dan perlu diutamakan terutama ya kalau kita lihat dari penggerak pertumbuhan ekonomi, berarti konsumsi, investasi, government spending dan juga perdagangan internasional ini seluruh aspek ini perlu diperhatikan," ujar Eisha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement