Jumat 19 Apr 2024 20:07 WIB

IMF Nilai Vietnam Punya Banyak Peluang Ekonomi dari Digitalisasi

Ekonomi kawasan diproyeksikan akan tumbuh sebesar 4,5 persen pada tahun 2024.

Logo Dana Moneter Internasional (IMF) di luar kantor pusatnya di Washington, DC, AS, 14 Oktober 2020. Pertemuan tahunan IMF World Bank Group 2020 menjadi maya karena pandemi virus Corona.
Foto: EPA-EFE/JIM LO SCALZO
Logo Dana Moneter Internasional (IMF) di luar kantor pusatnya di Washington, DC, AS, 14 Oktober 2020. Pertemuan tahunan IMF World Bank Group 2020 menjadi maya karena pandemi virus Corona.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF) Krishna Srinivasan memperkirakan bahwa Vietnam akan mempunyai banyak peluang ekonomi dari digitalisasi dan transformasi ramah lingkungan.

Pada konferensi pers tentang Prospek Ekonomi Regional untuk Asia dan Pasifik di Washington yang dilaporkan VNA pada Jumat, Srinivasan mengatakan pertumbuhan ekonomi Vietnam kemungkinan akan meningkat sekitar 6,5 persen.

Baca Juga

Pertumbuhan tersebut berasal dari berbagai potensi, investasi asing langsung yang signifikan, dan upaya-upaya berkelanjutan untuk meningkatkan lingkungan bisnis dan infrastruktur.

Lebih lanjut, Srinivasan menyampaikan pertumbuhan ekonomi meningkat secara mengejutkan pada paruh kedua 2023 karena permintaan domestik yang kuat mendorong aktivitas terutama di negara-negara berkembang di Asia.

Malaysia, Filipina, Vietnam, dan, yang paling penting, India mencatat kejutan pertumbuhan positif yang cukup besar.

Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi kawasan mencapai 5,0 persen pada 2023 jauh lebih kuat dibandingkan pertumbuhan 3,9 persen pada 2022 dan 0,4 poin persentase lebih tinggi dari proyeksi IMF dalam Outlook Ekonomi Regional Oktober 2023.

Ekonomi kawasan diproyeksikan akan tumbuh sebesar 4,5 persen pada tahun 2024 atau direvisi naik sebesar 0,3 poin persentase dibandingkan bulan Oktober. Hal itu membuat Asia akan menyumbang sekitar 60 persen terhadap pertumbuhan global.

Pertumbuhan ekonomi, sebut Srinivasan, bergantung pada masing-masing negara secara individu. Ia mencontohkan China dan India yang diprediksi IMF bahwa investasi akan memberikan kontribusi yang tidak proporsional terhadap pertumbuhan.

Sementara itu, di negara-negara berkembang di Asia selain China dan India, kuatnya konsumsi swasta akan tetap menjadi mesin pertumbuhan utama.

Ia juga menyebutkan tantangan kebijakan moneter dan merekomendasikan agar pemerintah fokus pada konsolidasi untuk membatasi peningkatan utang publik dan membangun kembali penyangga fiskal. 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement