Selasa 02 Apr 2024 17:47 WIB

OJK tak Perpanjang Program Restrukturisasi Covid-19, Ini Alasannya

Jumlah debitur kredit restrukturisasi Covid-19 turun tinggal 977 ribu.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Petugas merapikan susunan produk UMKM yang ditawarkan di Paviliun Sumatera Utara Gedung SMESCO, Jakarta, Jumat (26/2/2021). Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan restrukturisasi kredit ke sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp388,33 triliun.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Petugas merapikan susunan produk UMKM yang ditawarkan di Paviliun Sumatera Utara Gedung SMESCO, Jakarta, Jumat (26/2/2021). Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan restrukturisasi kredit ke sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp388,33 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024. Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan sejumlah alasan kebijakan restrukturisasi tersebut tidak diperpanjang. “Industri perbankan itu sudah kita lakukan analisis dan melakukan banyak survei, diskusi, dan sebagainya. Kami menyimpulkan sebenarnya industri perbankan siap menghadapi kebijakan stimulus tersebut pada 31 Maret,” kata Dian dalam konferensi pers RDK Bulanan OJK Maret 2024 secara daring, Selasa (2/4/2024).

Baca Juga

Dian memastikan, OJK telah mempertimbangkan seluruh aspek secara mendalam dengan melihat kesiapan industri perbankan serta menjaga kepatuhan standar internasional. Dian menyebut, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang belum menghapus fasilitas khusus dalam mengatasi pandemi Covid-19.

Dian memastikan restrukturisasi kredit yang diterbitkan tersebut sudah banyak dimanfaatkan UMKM. “Mengingat stimulus tersebut bagian dari kebijakan penting menopang kinerja debitur perbankan dan pertumbuhan ekonomi secara umum untuk melewati periode pandemi cukup kritis,” jelas Dian.

Dia menambahkan, berdasarkan hasil evaluasi laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, potensi kenaikan risiko kredit yang tergolong NPL dan ketahan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik. Jadi, lanjut Dian, OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini punya daya tahan kuat atau resilien menghadapi dinamika pertumbuhan ekonomi.

“Ini didukung dengan tingkat permodalan yang kuat, likuiditas memadai, dan faktor risiko yang baik,” ucap Dian.

Sejalan dengan pemulihan ekonomi, Dian mengungkapkan tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan. Hal itu baik dari sisi outstanding dan jumlah debitur yang diiringi oleh peningkatan CKPN bahkan melebihi periode sebelum pandemi.

“Tentu kondisi ini merupakan cerminan kesehatan perbankan yang dinilai telah kembali kondisi normal secara terkendali menghadkhir periode stimulus tersebut,” jelas Dian.

Outstanding kredit telah....

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement