REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Direktur PT Adaro Indonesia Priyadi mengatakan, Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan batu bara cenderung menurun akibat ketidakpastian geopolitik, serta gencarnya pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE).
“Saya yakin semua perusahaan masih ragu-ragu untuk memprediksi tiga tahun ke depan itu, makanya cenderung turun, ya. Karena dari aspek geopolitik juga belum ada kepastian, apalagi EBTKE begitu gencar,” ujar Priyadi dalam acara “Buka Puasa Bersama Adaro” di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Menurut Priyadi, kedua hal tersebut merupakan faktor utama yang mengakibatkan kecenderungan menurunnya RKAB batu bara pada 2024—2026.
Penurunan tersebut terlihat dari total tonase dari RKAB yang disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yakni 922,14 juta ton pada 2024, kemudian 917,16 juta ton pada 2025, dan kembali turun menjadi 902,97 juta ton pada 2026. Meskipun demikian, Priyadi mengatakan bahwa para perusahaan tentunya akan melakukan evaluasi setiap tahun.
Evaluasi tiap tahun itu, kata Priyadi, yang akan menentukan apakah RKAB untuk tiga tahun ke depan akan menunjukkan tren penurunan atau peningkatan.
Ketika disinggung kesiapan industri batu bara untuk mencapai target 922,14 juta ton pada 2024, Priyadi menyatakan bahwa pihaknya siap.
“Kalau dari kesiapan, mereka dikatakan siap ya pasti siap. Karena alat berat juga sudah banyak, pasti sudah ter-install-kan 922 juta itu sudah ter-install,” ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui total tonase produksi batubara dalam negeri pada tahun ini mencapai 922,14 juta ton. Angka tersebut didapat dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2024-2026 yang ditetapkan untuk 587 perusahaan.
Ia mengatakan, dalam proses penetapan RKAB batu bara tahun 2024, pihaknya menerima 883 permohonan, 587 di antaranya disetujui, 100 permohonan dikembalikan untuk direvisi, 75 dievaluasi, serta 121 permohonan ditolak.