Rabu 13 Mar 2024 22:11 WIB

Jabar Perkirakan Panen Raya Mulai April 2024 Akan Surplus Beras

BPS sebut terjadi penurunan luasan panen tanaman padi di Jabar.

Petani merontokkan padi di lahan persawahan di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (6/11/2023). Berdasarkan keterangan petani, saat ini harga gabah kering di tingkat petani naik hingga Rp750 ribu per kuintal. Nilai harga tersebut mengalami perubahan dari harga sebelumnya yang hanya Rp500 ribu. Kenaikan tersebut diakibatkan oleh pasokan panen padi yang berkurang karena faktor musim kemarau.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petani merontokkan padi di lahan persawahan di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (6/11/2023). Berdasarkan keterangan petani, saat ini harga gabah kering di tingkat petani naik hingga Rp750 ribu per kuintal. Nilai harga tersebut mengalami perubahan dari harga sebelumnya yang hanya Rp500 ribu. Kenaikan tersebut diakibatkan oleh pasokan panen padi yang berkurang karena faktor musim kemarau.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Provinsi Jawa Barat memperkirakan panen raya kali ini yang akan berlangsung mulai April 2024 mendatang, di wilayah ini akan mengalami surplus beras.

Walaupun secara akumulasi rentang waktu, diakui Kepala DTPH Jabar Dadan Hidayat, surplus ini belum mampu menutup defisit beras imbas dari fenomena gelombang panas El Nino yang menyebabkan waktu tanam bergeser.

Baca Juga

"Panen diperkirakan itu April, Mei, Juni. Saat ini saya melihat sudah ada surplus, walaupun kecil. Tapi kalau kita akumulasi dari Januari, memang masih minus," ujar Dadan di Gedung Sate Bandung, Rabu (13/3/2024).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi penurunan luasan panen tanaman padi di Jabar. Pada 2022 lahan yang dipanen seluas 1.662.404 hektare dan di 2023 anjlok menjadi 1.580.873 hektare.

Anomali iklim disebut menjadi faktor utama menurunnya produktivitas padi di Jawa Barat, Dadan mengungkapkan, di 2023 ada 36.803 hektare terendam banjir. Akibatnya 21.064 hektare mengalami gagal panen atau puso, belum lagi akibat kekeringan, longsor dan lain-lain.

"Banjir atau kekeringan itu fenomena iklim, pasti berpengaruh. Banjir bisa menyebabkan puso, kering juga bisa menyebabkan puso," ucapnya.

Demikian pula, ucap Dadan, di awal 2024 di mana perubahan iklim juga masih menjadi penyebab menurunnya produktivitas beras di Jawa Barat, lantaran petani belum bisa mengolah sawah secara tepat waktu.

"Ini masih terjadi di sebagian Jabar, terutama kawasan selatan. Juga ada curah hujan tinggi sehingga irigasi meluap dan ada longsor di kawasan pegunungan. Yang terdampak di Subang, Karawang, Cirebon dan Ciamis," ucapnya.

Dadan memperkirakan panen raya Jabar pada April ini akan menghasilkan setidaknya sekitar 737 ribu ton beras, yang didapat dari hampir 224 ribu hektare sawah yang dipanen pada waktu tersebut.

Dengan perhitungan 224 ribu hektare sawah di kali 5,7 ton sehingga menjadi 1.276.800 ton gabah kering. Jumlah gabah kering ini di kali 57,75 persen dan didapat sekitar 737 ribu ton beras.

Jumlah tersebut diakuinya sedikit lebih baik, ketimbang ketika tahun 2023 saat terjadinya fenomena El Nino, di mana terakhir, pada masa tanam Oktober-Desember 2023 hanya mampu memanen dari 173 ribu hektare sawah, walau normalnya Jawa Barat pada masa tanam Januari sanggup memanen padi dari 423 ribu hektare sawah.

"Tapi itu baru angka prediksi dari Badan Pusat Statistik (BPS) ya. Untuk panen April ini," tuturnya.

Kendati belum optimal, Dadan mengaku ketersediaan beras di Jawa Barat masih terbilang aman, sebab pada awal 2023 lalu, Jabar sempat surplus hingga 1,2 juta ton beras.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement