Senin 04 Mar 2024 16:02 WIB

IEF Sarankan Pemerintah Berikan Insentif Pajak untuk Aset Kripto, Ini Alasannya

Pemerintah akui industri kripto sudah diperlakukan sama dengan konvensional

Uang kripto (ilustrasi). Pemerintah akui industri kripto sudah diperlakukan sama dengan konvensional
Foto: Pixabay
Uang kripto (ilustrasi). Pemerintah akui industri kripto sudah diperlakukan sama dengan konvensional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Sejumlah pengusaha aset kripto mengeluhkan besarnya pajak yang harus dibayar atas aktivitas perdagangan aset kripto di Indonesia.

Mereka meminta pemerintah untuk meninjau kembali tarif pajak yang dibebankan pada sektor digital tersebut.

Baca Juga

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal Institute (IEF), Ariawan Rahwat, menilai munculnya pengaturan perpajakan pada industri kripto di Indonesia adalah perkembangan positif bagi industri kripto di Indonesia.

Artinya, pemerintah telah mengakui bahwa industri kripto sudah diperlakukan sama dengan industri konvensional lainnya. Pengakuan ini seharusnya bisa menghilangkan stigma dan persepsi negatif masyarakat tentang ketidakjelasan bisnis aset kripto di Indonesia.

Terkait dengan penurunan tarif pajak yang diserukan para pengusaha aset kripto, Ariawan berpendapat, permintaan pengusaha tersebut cukup masuk akal.

Alasannya, Industri kripto di Indonesia sedang mulai menggeliat sehingga masih butuh dukungan dari pemerintah agar Industri ini bisa terus berkembang.

Ariawan tak menampik, selama ini pemerintah sudah memberikan dukungan. Misalnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah resmi membentuk Bursa Kripto Indonesia akhir Juli 2023 lalu.

Langkah ini menandai babak baru dalam perjalanan industri kripto di Indonesia. Dengan adanya Bursa Kripto Indonesia tersebut, diharapkan mampu memberikan keamanan bagi seluruh entitas yang masuk dalam ekosistem bisnis sektor digital ini. Harapannya, transaksi kripto yang mulai lesu akan kembali meningkat.

Namun demikian, dukungan tersebut harus dibarengi dengan dukungan insentif pajak. Ariawan mencatat, sepanjang 2021 hingga 2023 lalu transaksi aset kripto cenderung menurun.

“Transaksi aset kripto pada 2021 mencapai Rp 885,4 triliun. Ini angka yang sangat bagus. Namun tahun berikutnya mulai menurun. Kalau kita lihat data Bappebti, transaksi pada 2022 hanya mencapai Rp 306,4 tiliuan, kemudian semakin turun pada 2023 yang hanya mencapai Rp 94,41 triliun,” kata Ariawan Rahmat di Jakarta, Senin (4/3/2024).

Di sisi lain, Ariwan melihat, jumlah investor kripto di Indonesia mengalami kenaikan 1,73 persen menjadi 18,83 juta orang pada Januari 2024. Pertumbuhan investor kripto ini mencapai 11,7 persen jika dibandingkan Januari 2023.

“Artinya, ini adalah sinyal positif bahwa pelaku usaha digital di Indonesia masih optimistis akan perkembangan sektor bisnis aset kripto. Sinyal positif ini yang harus disambut pemerintah, salah satunya dengan memberikan insentif pajak secara periodik,”ujar Ariawan.

Ariawan menjelaskan, saat ini, melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah menetapkan aset kripto menjadi objek pajak dan dikenakan pajak PPN dan PPh.

Aturan pelaksananya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Adapun, tarif yang berlaku yakni  Tarif PPN atas perdagangan aset kripto sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi dalam hal penyelenggara peradangan adalah Pedagang Fisik Aset (PFAK).

Kemudian, tarif PPN atas perdagangan aset kripto sebesar 0,22 persen dari nilai transaksi ini dalam hal penyelenggara perdagangan bukan oleh PFAK. Ada juga tarif PPN atas jasa mining sebesar 1,1 persen dari nilai konversi aset kripto dan jasa mining sudah terdapat verifikasi transaksi aset.

Kemudian, tarif PPh Pasal 22 atas perdagangan aset kripto sebesar 0,1 persen dari nilai aset kripto (jika merupakan PFAK) dikenakan pada penjual perdagangan aset kripto, lalu tarif PPh Pasal 22 atas penambangan aset kripto sebesar 0,2 persen dari nilai aset kripto (jika bukan PFAK), dan terakhir, tarif PPh Pasal 22 Final atas penghasilan penambangan aset kripto 0,1 persen dari penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto (miner), tidak termasuk PPN.

Baca juga: Amalan Para Nabi yang Langgengkan Nikmat dan Lancarkan Rezeki Menurut Alquran

Melihat komposisi pengenaan pajak tersebut, Ariawan menilai, pemerintah saat ini bisa memberikan insentif kepada pelaku usaha kripto, misalnya berupa PPN ditanggung pemerintah atau penurunan tarif PPh-nya.

“Pemerintah harus memberikan insentif bagi perkembangan industri aset kripto di Indonesia. Jangan sampai sektor potensial ini malah layu sebelum berkembang,” pungkas Ariawan.

photo
Meski terbilang baru, pasar aset kripto lebih memikat buat investor. - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement