REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy mengatakan penerapan sistem kerja empat hari dalam sepekan berpotensi melemahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), karena belum banyak negara yang menerapkan sistem tersebut.
Apabila sistem itu diterapkan di Indonesia, ia menilai akan ada penyesuaian terkait perkembangan informasi dan perdagangan antara BEI dengan negara-negara lain yang masih menerapkan lima hari kerja dalam sepekan.
“Kalau negara lain punya lima hari kerja/perdagangan, sementara Indonesia hanya punya empat hari, akan ada waktu penyesuaian perkembangan informasi dan trading di negara-negara besar terhadap negara kita,” ujar Irvan.
Namun, ia memastikan perlu dilakukan kajian mendalam terlebih dahulu terkait seberapa besar dampaknya terhadap perdagangan di pasar modal Indonesia, apabila sistem empat hari kerja dalam sepekan itu diterapkan.
“Kalau dampaknya terhadap trading harus dikaji dulu, biar bisa ketahuan seberapa besar pengaruhnya,” ujar Irvan.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengusulkan kepada pemerintah untuk menerapkan sistem kerja empat hari dalam tujuh hari atau sepekan, seperti yang dilakukan oleh Jerman.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut penerapan sistem tersebut sebagai upaya untuk membuat tenaga kerja di Indonesia lebih produktif dan bahagia.
Jerman telah memulai masa uji coba masa kerja empat hari dalam sepekan untuk 45 perusahaan, di mana upah bagi para pekerja tidak mengalami perubahan meskipun hari kerja berkurang.
Masa empat hari kerja dalam sepekan juga telah mulai diterapkan oleh beberapa perusahaan di negara-negara, diantaranya Belgia, Belanda, Denmark, Australia, dan dari Asia terdapat Jepang.