Rabu 07 Feb 2024 21:19 WIB

Komunikasi Publik Jokowi Jelang Pemilu Disorot Guru Besar Ilmu Komunikasi di Indonesia

Pernyataan Jokowi soal kampanye dinilai guru besar memicu keruhnya ruang publik.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Dessy Suciati Saputri/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo
Foto: Republika
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sejumlah Guru Besar Ilmu Komunikasi Indonesia menyampaikan pernyataan sikapnya terkait komunikasi publik Presiden Jokowi yang menyebut Presiden boleh berkampanye. Para guru besar memandang pernyataan tersebut memicu keruhnya ruang publik. 

"Kami melihat praktik komunikasi publik para pemimpin politik di musim pilpres cenderung keruh, tidak mendidik, dan memicu konflik sosial di ranah digital," kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, Prof Masduki membacakan pernyataan sikapnya melalui siaran daring, Rabu (7/2/2024).

Baca Juga

Masduki mengatakan, pernyataan Jokowi itu menunjukkan konflik komunikasi, karena tiadanya batasan deklaratif yang tegas antara Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Keluarga dari Cawapres Paslon 2. Amplifikasi media nasional terhadap pernyataan ini dan berbagai aktivitas politik kenegaraan yang menyertainya menyebabkan penumpulan sikap kritis publik dan memperkuat tendensi pembenaran atas politik dinasti. 

"Kita juga melihat para komunikator hasil survei elektabilitas politik turut bertanggungjawab atas situasi ini karena publikasi data hasil survei yang tidak disertai kajian kritis dapat terjebak partisan," ucapnya.

Selain itu, para guru besar juga menyoroti berbagai persoalan kebangsaan dan komunikasi, seperti menguatnya politik yang dikelola dengan melibatkan media digital, pemakaian tentara digital, merebaknya disinformasi, hingga praktek manipulasi konten digital yang bertujuan  melawan semangat demokrasi substansial. 

Salah satu yang disoroti yakni munculnya  fenomena otoriterisme digital. "Yakni warga digital sebagai warga negara mengalami kekerasan sistemik, yang diorkestrasi baik oleh para pendengung, dan politisi di dalam dan di luar kekuasaan politik," ungkapnya.

Guru Besar Ilmu Komunikasi melihat terjadi kemunduran demokratisasi komunikasi, demokrasi digital dan politik elektoral sebagai keadaan yang saling terkait. Mereka mengimbau agar semua pihak menyelamatkan negara dari ambang otoriterisme ala Orde Baru.

Menyikapi berbagai persoalan tersebut, Guru Besar Ilmu Komunikasi meminta seluruh akademisi Ilmu Komunikasi di seluruh Indonesia menunjukkan sikap bela negara, menyatakan keprihatinan kolektif atas runtuhnya ruang publik komunikasi daring dan luring, media nasional yang kian partisan, serta kematian nalar etis dalam praktik komunikasi publik, praktek survei elektabilitas dan sebagainya. 

"Lebih jauh, mendorong agar menggelorakan keprihatinan atas situasi politik secara umum yang mengarah pada otoriterisme, politik dinasti, yang merusak tatanan keadaban publik, dan studi komunikasi politik di perguruan tinggi di masa depan," kata Masduki.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Indonesia juga menuntut Presiden Jokowi untuk dapat menunjukkan keteladanan sebagai Kepala Negara, melalui sikap politik dan praktik komunikasi publik yang konsisten dan ajeg pada kaidah etika. Mereka juga menuntut Presiden Jokowi untuk mengkoreksi pernyataannya yang telah memicu kontroversi publik, serta bekerja berbasis moralitas publik, dan menjaga politik elektoral yang beretika dengan mengedepankan kepentingan bangsa, bukan kepentingan pribadi, keluarga dan golongan tertentu.

"Kami mengimbau agar semua pihak yang terlibat atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 mengedepankan kesadaran dan tanggung jawabnya dalam menjunjung nilai-nilai demokrasi, etika dan hati nurani," ujarnya. 

"Penyelenggara pemilu, partai politik maupun pemilih diharapkan menghasilkan sikap, keputusan dan perilaku yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan Indonesia sebagai bangsa yang demokratis, berdaulat dan bermartabat," kata Masduki menambahkan.

Sejumlah Guru Besar Ilmu Komunikasi Indonesia mendukung seruan tersebut antara lain Prof. Dr. Masduki (Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia), Prof. Dr. Iswandi Syahputra (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga), Prof. Dr. Ibnu Hamad (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UI), Prof. Dr. Ana Nadhya Abrar (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UGM), Prof. Dr. Atwar Bajari (Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Unpad Bandung), Prof. Dr. Eni Maryani (Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Unpad Bandung), Prof. Dr. Rachmat Kriyantono (Guru Besar Ilmu Komunikasi Univ. Brawijaya), Prof. Dr. Chafied Cangara (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP UNHAS), Prof. Lusiana Andriani Lubis, MA, PhD (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU), Prof. Anang Sujoko, S.Sos, M.Si, D.Comm (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP Univ. Brawijaya). 

Selain itu pernyataan sikap tersebut juga diserukan Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU), Prof. Dr. Humaizi (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU), Prof. Dr. Suwardi Lubis (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP USU), Prof. Dr. Tuti Widiastuti (Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Gunadarma), Prof. Dr. Dian Wardiana Sjuchro (Guru Besar Ilmu Komunikasi, Unpad Bandung), Prof. Dr. Suwatno (Guru Besar Ilmu Komunikasi, UPI Bandung), Prof. Dr. Lely Arrianie (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP UNAS), dan Prof. Dr. Henri Subiakto (Guru Besar Ilmu Komunikasi, FISIP UNAIR).

photo
Pemilu 2024 dalam Angka - (Infografis Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement