Selasa 30 Jan 2024 23:52 WIB

Optimalisasi Jargas Dinilai Dapat Ciptakan Efisiensi Subsidi

Pada awalnya dibutuhkan investasi untuk pembangunan infrastruktur Jargas.

Warga memeriksa meteran jaringan gas rumah tangga di Desa Sukaurip, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (19/10/2022).
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Warga memeriksa meteran jaringan gas rumah tangga di Desa Sukaurip, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (19/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas) dinilai perlu dioptimalkan sebagai energi substitusi bagi masyarakat. Selain karena gas bumi merupakan energi transisi yang ramah lingkungan, upaya ini penting dijalankan sebagai solusi konkret mengurangi anggaran subsidi energi yang terus meningkat setiap tahunnya.

”Saya sependapat bahwa kebutuhan untuk mengarusutamakan cadangan gas bumi sebagai alternatif energi yang digunakan masyarakat memang perlu diintensifkan. Apalagi, cadangan gas Indonesia cukup besar untuk mendukung penyelenggaraan program Jargas,” ungkap Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, kepada wartawan melalui keterangan, Selasa (30/1/2024).

Baca Juga

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan gas Indonesia per tahun 2023 mencapai 2,269 trillion British Thermal Unit (tbtu). Cadangan tersebut diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik selama kurang lebih 60 tahun ke depan. 

”Di sisi lain, Penggunaan gas oleh rumah tangga secara proporsi itu relatif masih kecil sehingga sebenarnya memang pemerintah punya ruang untuk mengembangkan Jargas sebagai sekali lagi, alternatif pengganti LPG saat ini,” terusnya.

Penggunaan Jargas secara lebih masif akan membawa dampak positif lainnya yaitu mendukung upaya penghematan biaya subsidi energi. Seperti diketahui, Kementerian ESDM mengumumkan realisasi subsidi energi pada 2023 adalah sebesar Rp 159,6 triliun. Sebesar Rp 95,7 triliun di antaranya adalah untuk subsidi BBM dan LPG.

Pada tahun 2024, target subsidi energi secara keseluruhan adalah menjadi Rp 186,9 triliun. Begitu pun untuk subsidi BBM dan elpiji meningkat menjadi Rp 113,3 triliun.

Memang, Yusuf mengatakan, LPG 3 kg sebagaimana selama ini berjalan bisa menjadi sarana pemberian subsidi energi kepada masyarakat membutuhkan. ”Hanya saja kita juga harus akui dalam penyelenggaraan penyaluran subsidi LPG 3 kg selama ini memang kita kerap menemukan ketidaktepatan penerima ataupun calon penerima dari bantuan subsidi LPG tersebut.” 

Ditambah lagi dengan fakta bahwa sumber LPG selama ini masih didominasi oleh impor sehingga terus menekan terhadap current account deficit (defisit neraca transaksi berjalan) negara Indonesia. Sebaliknya, pengembangan Jargas akan membantu meringankan beban neraca transaksi dimaksud. Sekalipun pada awalnya dibutuhkan investasi untuk pembangunan infrastruktur Jargas namun positif secara jangka panjang.

”Sebenarnya selain dari APBN Pemerintah bisa menggali alternatif pendanaan lain terutama untuk pengembangan infrastruktur Jargas tersebut. Misalnya kalau memang ini menjadi prioritas pemerintah tentu bisa merancang kebijakan pendanaan melalui skema KPBU (public-private partnership) yang dananya kemudian bisa dikombinasikan dengan dana dari pihak swasta,” jelasnya.

Yusuf meyakini bahwa minat atas program Jargas bisa sangat tinggi. Sebab juga memiliki dampak lingkungan yang positif terutama berkaitan dengan peran gas bumi sebagai energi transisi menuju Net Zero Emission (NZE).

”Seharusnya dengan semangat mencapai NZE kemudian juga mencapai poin SDGs yang ingin disasar oleh pemerintah dan menjadi tujuan bersama secara global, menurut saya ini kemudian bisa dirancang untuk mendapatkan skema pendanaan blended finance,” yakinnya. 

Terpisah, pengamat energi, Iwa Garniwa, sependapat bahwa program Jargas penting untuk dijalankan. ”Peran Jargas ini lebih ke arah pengembangan availability (ketersediaan) gas dan juga akses masyarakat terhadap gas.” 

Pengembangannya dirasa strategis untuk kebutuhan energi masyarakat yang selama ini masih mengandalkan LPG. ”Memang Jargas ini harus dikembangkan. Dampaknya akan meningkatkan keandalan dan juga akses masyarakat untuk mendapatkan gas,” tegasnya.

Hal ini juga yang sebelumnya melandasi Badan Pengaturan Hilir (BPH) Migas supaya Indonesia bisa konsisten dan semakin cepat menjalankan program Jargas. Tujuannya supaya bisa segera melepas ketergantungan atas subsidi LPG.

Pemerintah sejauh ini telah membangun infrastruktur Jargas dengan mekanisme APBN dan melalui PGN. Sampai dengan Desember 2023 tercatat telah terealisasi sebanyak kurang lebih 800 ribu SR pelanggan Jargas aktif yang dikelola PGN. 

Data PGN mencatat, pada 2024 target tambahan pelanggan Jargas mencapai sebanyak kurang lebih 117.000 Sambungan Rumah (SR). Maka proyeksi pengelolaan pelanggan Jargas sampai dengan akhir tahun ini mencapai lebih dari kurang lebih 900 ribu SR. 

Direktur Sales dan Operasi PGN, Ratih Esti Prihatini saat dikonfirmasi mengatakan pembangunan Jargas merupakan bagian dari komitmen Perseroan untuk mendukung pemerintah dalam rangka mengoptimalkan gas bumi sebagai andalan energi transisi. ”PGN berupaya semaksimal mungkin sesuai perannya dalam hal ini melalui pengembangan Jargas untuk meningkatkan pemanfaatan gas sebagai energi transisi,” ujarnya.

Pembangunan Jargas dilakukan melalui dua sumber pembiayaan yaitu bersumber dari APBN dan dari dana internal PGN. Dari total estimasi kurang lebih 900 ribu SR pada 2024, sebanyak kurang lebih 330 ribu SR di antaranya dibangun dari biaya yang bersumber dari perusahaan dan sebanyak kurang lebih 570 ribu SR lainnya dibiayai APBN.

”Dengan dukungan harga pasokan gas yang kompetitif dan dilakukannya penyesuaian harga jual gas secara berkala menyesuaikan daya beli masyarakat kami meyakini Jargas akan memberikan manfaat yang luas bagi negara dan masyarakat,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement