REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop) melihat, ada kemungkinan partai politik (Parpol) membeli alat peraga kampanye seperti baliho, kaus, kemeja, jaket, dan topi dari luar negeri. Itu terlihat dari sepinya penjualan alat peraga kampanye di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop Yulius mengatakan, biasanya pada masa kampanye pemilu, UMKM kebanjiran pesanan. Misalnya ketika pemilu lima atau 10 tahun lalu.
"Sekarang pemesanan lari kepada e-commerce langsung. Yang kita tahu, e-commerce barang-barangnya kebanyakan dari luar negeri, yang dari UMKM sedikit," ujar Yulius kepada wartawan di Jakarta, Senin (8/1/2024).
Hanya saja, ia mengaku belum bisa memerinci data terkait pembelian alat peraga kampanye dari luar negeri yang dilakukan oleh Parpol. Informasi tersebut, kata dia, didapat dari para pedagang.
"Dicetak di luar negeri, misalnya di China bisa. Mereka gambar Garuda distempel di sana. (Namun) datanya nggak ada. Sebagian besar larinya ke sana, makanya salah satu penyebab berkurangnya (omzet) dari itu," jelasnya.
Berdasarkan hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh Kemenkop, didapati penjualan produk untuk kampanye pada periode Pemilu 2019 lebih dibandingkan tahun ini. Bahkan dikatakan, menurun sekitar 40 persen sampai 90 persen.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman mengungkapkan, terjadi penurunan pesanan pada musim Pemilihan Umum (Pemilu) kali ini. Padahal biasanya, masa kampanye Pemilu menjadi momentum yang ditunggu para pengusaha konveksi.
"Saat pesta Pemilu dulu bagi kami, ditunggu-tunggu momentumnya. Itu karena pembuatan atribut kampanye dulu ke UKM, tapi sampai saat ini mohon maaf bukan nggak dapat (pesanan), tapi masih banyak kurang, dulu kebanjiran (pesanan)," ujar Nandi kepada wartawan di Gedung Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop), Senin (8/1/2024).
Ia menuturkan, saat kampanye Pemilu 2019, tiga bulan sebelumnya sudah ada jutaan pesanan hingga 15 juta hanya dari partai. Sedangkan kini, pesanan yang masuk tidak mencapai jutaan, hanya sekitar puluhan ribu, itu pun bukan dari partai melainkan dari calon legislatif (caleg).
Biasanya, lanjut dia, kampanye juga banyak didukung oleh tim sukses salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. “Mereka membuat pesanan tetapi dadakan dan tidak dalam jumlah besar, waktunya pun mepet," ungkap dia.