REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, Pertamina mengembangkan alert system yang mengirimkan exception signal yang dimonitor langsung oleh command center Pertamina dan ditindaklanjuti oleh tim di lapangan.
Exception signal itu mengirimkan data transaksi tidak wajar. Di antaranya pengisian solar di atas 200 liter untuk satu kendaraan bermotor pada hari yang sama, pengisian BBM bersubsidi dengan tidak memasukkan nomor polisi kendaraan, dan lain sebagainya.
Sejak implementasi exception signal tersebut pada 1 Agustus 2022 hingga 31 Desember 2023. Pertamina berhasil mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai 200 juta dolar AS atau sekitar Rp 3,04 triliun.
Pertamina juga terus meningkatkan kerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM bersubsidi yang tidak sesuai peruntukannya. Pertamina mendorong masyarakat mendaftar program subsidi tepat via website untuk mengidentifikasi konsumen yang berhak dan memonitor konsumsi atas JBT solar dan JBKP Pertalite.
Selain itu, Pertamina juga terus melakukan efisiensi biaya operasional, baik di tingkat holding maupun subholding. Sampai dengan November 2023, realisasi program efisiensi biaya di Pertamina Group mencapai 984,17 juta dolar AS atau sekitar Rp 14,99 triliun.