REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan kinerja sektor pengelolaan hutan lestari pada 2023 melebihi target yang ditetapkan.
Pelaksana Tugas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto di Jakarta, Kamis (28/12/2023), menyatakan, sejumlah indikator kinerja pengelolaan hutan lestari menunjukkan peningkatan.
Di antaranya luas penanaman dan pengkayaan tanaman di areal PBPH mencapai 667.780 hektare. "Ini berarti 156 persen di atas target yang seluas 428.000 hektare," kata dia melalui keterangan tertulis.
Produksi kayu bulat, lanjutnya, mencapai 58,13 juta m3 atau 101,9 persen dari target sebanyak 57 juta m3. Produksi kayu bulat paling banyak dari hutan tanaman yaitu 89,01 persen sementara dari hutan alam 7,37 persen. Sedangkan produksi kayu bulat yang dihasilkan dari BUMN Perhutani sebesar 1,59 persen dan dari nonkehutanan 2,03 persen.
Produksi kayu bulat tersebut menjadi bahan baku bagi Industri Pengolahan Hasil Hutan menjadi berbagai produk seperti kayu pertukangan, kayu lapis, kayu serpih, panel kayu, hingga bubur kayu.
Agus juga menyatakan, selain hasil hutan kayu, produksi hasil hutan bukan kayu seperti rotan, gaharu, getah, dan bambu, juga mengalami peningkatan. Produksinya sepanjang 2023 mencapai 820,2 ribu ton, setara dengan 193 persen dari target yang sebesar 425 ribu ton.
Menurut dia, pengelolaan hutan kini semakin inklusif. Akses masyarakat semakin diperluas melalui Kemitraan Kehutanan pada PBPH mencapai 20.643 hektare sepanjang 2023 atau 137,6 persen dari target seluas 15.000 hektare.
"Kemitraan Kehutanan itu telah ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU dan Naskah Kesepakatan Kerja Sama (NKK) antara masyarakat dengan PBPH," kata dia.
Sementara itu pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui kemitraan kehutanan, lanjutnya, telah sesuai dengan kebijakan untuk memacu implementasi Multi Usaha Kehutanan (MUK) dimana PBPH tidak hanya berorientasi pada pemanfaatan kayu tetapi juga pada hasil hutan nonkayu, termasuk untuk ketahanan pangan, dengan pola agroforestri.
"Implementasi MUK diperlukan karena mampu meningkatkan nilai ekonomi riil kawasan hutan dan meningkatkan produktivitas kawasan hutan dengan mendorong proses diversifikasi produk hilir," katanya.
Sepanjang 2023 implementasi MUK telah dilaksanakan di 14.078 hektare pada areal PBPH yang berlokasi di 7 provinsi dan 28.203 hektare pada 12 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Perhutani dengan multiusaha kehutanan dengan Pola agroforestri salah satunya untuk ketahanan pangan. Implementasi MUK, tambahnya, juga telah diterapkan pada areal 64 unit KPH seluas 12.210 hektare pada 14 provinsi.