REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan hiburan dan media terbesar di dunia, The Walt Disney Company, mendapat sorotan tajam seusai memberikan donasi sebesar 2 juta dolar AS atau sekitar Rp 31,38 miliar kepada Israel.
Melalui keterangan resmi perusahaan pada 10 November lalu, Chief Pejabat Eksekutif Walt Disney, Robert A Iger, menyebut perjuangan Hamas dan masyarakat Palestina sebagai aksi terorisme. Hal ini mendapat respons negatif dari masyarakat internasional yang kemudian menyerukan aksi boikot terhadap Disney.
Disney bersama sejumlah perusahaan global seperti McDonald's hingga Starbucks masuk dalam daftar gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS). Imbas gerakan boikot berdampak pada harga saham Disney. Saham Disney per 7 Desember memang tercatat sebesar 92,35 dolar AS per saham atau naik 0,97 persen 0,93 persen.
Namun, hal ini belum menggambarkan kestabilan harga saham emiten berkode DIS yang masih terus berfluktuasi. Harga saham Disney tercatat pernah mencapai 84,35 dolar AS per saham setelah pengumuman donasi kepada Israel pada 12 Oktober lalu.
Rata-rata saham Disney selalu berada di atas 80 dolar AS per saham pada Oktober hingga November. Namun, saham brand pendukung Israel ini pernah terperosok hingga 79,33 dolar AS pada 27 November dan diprediksi akan kembali terjadi di tengah tingginya sentimen masyarakat dunia terhadap aksi penjajahan Israel.
Donasi terhadap Israel yang membuat sentimen negatif kian memperburuk kondisi Disney. Negara Bagian Carolina Selatan baru-baru ini mencoret Disney dari daftar investasi yang disetujui.
Bendahara Negara Bagian Carolina Selatan Curtis Loftis mengatakan terdapat kebusukan struktural di Disney yang mengakibatkan aktivisme sayap kiri lebih diutamakan daripada tanggung jawab fidusia kepada investornya.
"Saya pikir sudah jelas bagi siapa pun yang memperhatikan, ada kebusukan struktural di dalam Disney. Kebusukan ini sangat dalam, menyebar luas, dan saya curiga Bob Iger, karena kembalinya dia sebagai CEO, sekarang menyadari bahwa hal itu tidak dapat diperbaiki, itu bukan pertanda baik untuk masa depan Disney," kata Loftis kepada Fox News Digital seperti dilansir dari FoxBusiness pada Jumat (8/12/2023).
Sebagai bankir negara Loftis dan seorang Republikan mengelola sekitar 70 miliar dolar AS per tahun. Portofolio Kantor Bendahara Negara berisi instrumen utang Disney senilai 105 juta dolar AS yang akan jatuh tempo sesuai jadwal dan tidak akan diganti.
Loftis menegaskan ESG yakni lingkungan, sosial, dan tata kelola merupakan aktivisme liberal yang menyamar sebagai tanggung jawab perusahaan telah menghancurkan Disney. Loftis mengatakan Disney memanfaatkan aspek ESG sebagai pencitraan bahwa kondisi perusahaan dalam keadaan baik.
"Itulah mengapa film-film mereka gagal di sana, dan kapitalisasi pasar mereka, menurut saya, hanya setengah dari sebelumnya. Ini merupakan kerugian besar bagi Amerika, kita semua tumbuh di Disney," kesal Loftis.
Sebelumnya, Disney mengejutkan para pengamat dengan mengakui dalam laporan Komisi Sekuritas dan Bursa bahwa agenda politik dan sosial mereka merugikan perusahaan dan pemegang saham.
Disney baru-baru ini juga menyetop iklan di X milik Elon Musk, platform media sosial yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter. Disney kesal dengan postingan Elon yang dituduh mengecam kebijakan Israel menyerang masyarakat tidak berdosa di Gaza, Palestina.
Loftis menyebut keputusan Disney tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat di media sosial. Loftis menuding manajemen bersekongkol dengan miliarder lain untuk membuat bisnis Disney bangkrut.
"Mereka ingin menghentikan satu-satunya platform kebebasan berpendapat yang tersisa. Saya memutuskan membiarkan utang tersebut bergulir dengan cara alami sehingga tidak ada biaya apa pun bagi negara. Kami tidak akan membeli utang mereka lagi," kata Loftis.