REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Asuransi Kredit telah diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Ham dan akan ditetapkan di akhir 2023. Pemberlakuan POJK ini diharapkan dapat mengurangi tekanan yang dialami industri asuransi umum dan reasuransi karena banyaknya pengajuan klaim di lini bisnis asuransi kredit. Tekanan tersebut membuat hasil underwriting mereka belum dapat menutup biaya operasional.
“Produksi asuransi kredit di industri asuransi umum dan reasuransi, merupakan produk terbesar ketiga setelah produk asuransi harta benda (properti) dan asuransi kendaraan bermotor,” kata Ogi di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Pada 2024, perusahaan umum dan reasuransi diharapkan dapat menginplementasikan POJK tersebut sehingga hasil underwriting di lini bisnis asuransi kredit dapat membaik, serta beban operasionalnya bisa lebih efisien. POJK tersebut mewajibkan pembagian risiko antara kreditur dan perusahaan asuransi masing-masing sebesar paling sedikit 25 persen dan 75 persen.
“Dengan ini, pihak kreditur diharapkan akan selalu mengedepankan analisa kredit dengan prinsip kehati-hatian sesuai dengan prosedur penyaluran kredit yang berlaku di kreditur,” kata Ogi.
Setelah POJK tentang Asuransi Kredit ditetapkan, nantinya OJK akan melakukan sosialisasi kepada seluruh pelaku industri asuransi, perbankan, dan lembaga pembiayaan. Dengan POJK itu, seluruh produk kredit perbankan baik kredit konsumtif maupun produktif tetap dapat dijamin oleh Asuransi Kredit.
“Risiko yang di-cover melalui produk asuransi kredit ini adalah risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial debitur kepada kreditur (default risk) sesuai dengan kategori macet yang berlaku di kreditur,” kata Ogi.