REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman memastikan puncak musim panen rendeng pada awal tahun 2024 akan mundur. Hal itu disebabkan oleh terlambatnya musim tanam akhir tahun ini akibat kekeringan ekstrem yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
“Kalau (tanam) mundur satu bulan berarti jatuhnya (panen) April-Mei, dulu kan Maret-April. Mudah-mudahan hujan ini merata,” kata Amran di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2023).
Ia tak menyebut berapa volume produksi gabah dan beras yang akan diperoleh pada musim panen mendatang. Namun, Amran optimistis hasil panen akan optimal seiring masuknya musim hujan dan mengisi irigasi persawahan.
“Mudah-mudahan. Kita berdoa semua, tapi yang terpenting sudah mulai hujan,” ujarnya menambahkan.
Dirinya juga meminta Perum Bulog untuk tidak melepas beras impor ke pasar bebas ketika petani akan panen agar tak merusak harga pasar. Diketahui, Bulog tengah mendatangkan dua juta ton beras dari luar negeri dan ditambah 1,5 juta ton untuk kebutuhan bantuan pangan.
Soal harga gabah yang kemungkinan akan tetap tinggi hingga puncak panen mendatang, dirinya tak mempersoalkan. Sebab, bagi Kementerian Pertanian, petani harus mendapatkan keuntungan yang layak agar dapat terus melanjutkan usahanya demi menjaga produksi beras nasional.
“Sederhana inginnya saya, petani sejahtera,” kata Amran saat ditemui di Kementerian Pertanian, Selasa (7/11/2023).
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, harga gabah kemungkinan bakal tetap tinggi hingga puncak panen tahun depan. Itu lantaran hasil panen petani sebelumnya tidak optimal sehingga akan ditutup dari hasil panen mendatang dengan harga yang lebih tinggi.
“Biaya variabel input produksi tidak ada kenaikan, tapi bila diakumulasikan dengan (modal) yang harus disediakan petani menjadi lebih besar. Perkiraan saya harga gabah akan tetap di kisaran Rp 6.000-Rp 6.500 per kg,” ujarnya.
Sebagai catatan, rata-rata harga gabah saat ini sudah tembus Rp 7.500 per kg dari sebelumnya berkisar Rp 5.000 per kg sesuai acuan pemerintah.
Said menegaskan, potensi harga gabah yang lebih tinggi masih bisa terjadi. Terutama bila luasan panen nantinya tidak optimal atau sesuai dengan luas baku sawah nasional saat ini yang sebesar 7,4 juta hektare tidak optimal.
Ia menambahkan, musim penghujan yang mulai masuk di awal November juga belum serentak. Sebagian petani yang dipantau oleh KRKP seperti di sentra Indramayu, Jawa Barat pun belum dapat melakukan penanaman karena ketidakcukupan air.