REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny menyatakan, pengaruh dari aksi boikot produk Israel terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tidak banyak. Itu karena mayoritas produk yang diboikot merupakan produk dengan daya beli menengah ke atas seperti elektronik, produk bayi, makanan, dan lainnya.
Maka, jelas dia, yang terkena dampak boikot tersebut yakni pengusaha importir atau pedagang yang menjual berbagai merek tersebut.
"Sedangkan kenaikan penjualan kepada pedagang tidak banyak," ujar Hermawati kepada Republika, Selasa (7/11/2023).
Meski tidak banyak berpengaruh, lanjut dia, namun terbuka banyak peluang bagi UMKM. Misalnya penjualan merchandise, konveksi, atau beragam simbol Palestina.
"Saya berharap, UMK (Usaha Mikro Kecil) bisa mengambil peluang atau momentum atas kekosongan produk sejenis yang sedang marak diboikot," katanya.
Ia pun menegaskan, Akumandiri mengutuk keras tindakan Israel dan sekutunya atas tragedi kemanusiaan di Palestina.
Seperti diketahui, masyarakat kini tengah gencar melakukan boikot terhadap produk yang berkaitan dengan Israel dan mulai beralih ke produk lokal. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina.
Genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina masih terus terjadi. Jika dibiarkan, bisa berdampak pula terhadap ekonomi global.
"Akan jadi besar (dampaknya) ke ekonomi, jika perangnya meluas. Lalu melibatkan negara-besar secara langsung, bukan secara proxy war atau tidak langsung," ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal kepada Republika, Senin (6/11/2023).
Saat ini, kata dia, Amerika Serikat (AS) memang mendukung Israel, namun sifatnya tidak langsung seperti menyuplai senjata. Maka tidak berdampak besar ke perekonomian dunia maupun Indonesia.
"Berdampak besar kalau direct conflict, negara lain dukung kedua pihak ini. Iran misal, langsung terlibat dampaknya besar, biasanya melalui jalur transmisi harga minyak," jelas dia.
Kini, sambungnya, harga minyak masih di bawah 90 dolar AS per barel. Saat ini, lanjut Faisal, dampak ke ekonomi masiu relatif minim. Itu karena, Israel dan Palestina bukan negara yang berperan besar dalam perekonomian global. Bukan pula mitra dagang utama Indonesia.