Sabtu 04 Nov 2023 13:04 WIB

Izin Usaha Asuransi Indosurya Dicabut, Pemegang Saham Harus Ganti Rugi

Sebelumnya, OJK telah mengenakan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU).

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono.
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia yang sebelumnya bernama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses pada 2 November 2023. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, pencabutan izin usaha tersebut sebagai tindak lanjut pengawasan OJK karena dalam batas waktu status pengawasan khusus tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.

“Pencabutan izin usaha Asuransi Jiwa Prolife dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya, serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi,” kata Ogi dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (3/11/2023).

Baca Juga

Dalam upaya melindungi kepentingan konsumen,  Ogi menegaskan OJK telah menetapkan perintah tertulis. OJK memerintahkan pemegang saham pengendali Prolife yakni Henry Surya untuk segera melakukan penggantian kerugian terhadap perusahaan.

"Perintah tertulis tersebut wajib dilaksanakan selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal surat dan terdapat konsekuensi pidana apabila perintah tertulis tersebut dengan sengaja diabaikan dan atau tidak dilaksanakan," ucap Ogi.

Sebelum keputusan cabut izin usaha, OJK telah mengenakan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU). Sanksi dikeluarkan karena Prolife tidak mampu memenuhi ketentuan minimum rasio pencapaian solvabilitas, ekuitas dan rasio kecukupan investasi.

"OJK juga telah memberikan waktu yang cukup bagi Prolife untuk menyelesaikan SPKU dengan mewajibkan Perusahaan menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang mampu menyelesaikan permasalahan," jelas Ogi.

Meskipun begitu, RPK dengan skema Policy Holder Buy Out (PBO) yang direncanakan gagal terlaksana karena tidak mendapatkan dukungan dari seluruh pemegang polis. Selain itu juga tidak terealisasinya penambahan modal dari pemegang saham atau investor baru.

Ogi memastikan, OJK juga telah memberikan kesempatan kembali kepada Prolife untuk menyampaikan perbaikan RPK. Hanya saja, Prolife tidak mampu menyampaikan RPK yang dapat mengatasi permasalahan fundamental perusahaan.

Upaya pelindungan konsumen juga dilakukan OJK dengan beberapa kali melakukan fasilitasi pengaduan konsumen yaitu mempertemukan pemegang polis dengan Prolife untuk mendapatkan penyelesaian pengaduan konsumen. Selain itu, OJK juga telah memberikan edukasi di beberapa kota kepada pemegang polis mengenai manfaat dan risiko skema PBO.

"Dengan dicabutnya izin usaha tersebut, Prolife wajib menghentikan kegiatan usahanya dan dalam jangka waktu paling lama 30 hari wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi," tutur Ogo.

Sejak pencabutan izin usaha, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai Prolife dilarang untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, serta melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset perusahaan. Pemegang polis tetap dapat menghubungi manajemen perusahaan dalam rangka pelayanan konsumen sampai dengan dibentuknya tim likuidasi.

"Tim likuidasi selanjutnya bertugas melakukan pemberesan harta dan penyelesaian kewajiban, termasuk kewajiban terhadap pemegang polis," kata Ogi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement