REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan inflasi barang impor perlu diwaspadai. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan melihat tekanan pelemahan rupiah hingga saat ini belum mencapai Rp 16 ribu per dolar AS dolarnya.
"Jadi pelemahan rupiahnya masih relatif tidak terlalu signifikan juga," kata Faisal kepada Republika.co.id, Kamis (2/11/2023).
Faisal memproyeksikan, kondisi rupiah saat ini juga berpotensi membuat Bank Indonesia melakukan upaya meredam pelemahannnya. Hal itu dengan menggelontorkan cadangan devisa dan juga kemungkinan akan menaikan tingkat suku bunga kembali.
Dia menuturkan, peningkatan inflasi karena barang impor yang lebih mahal karena pelemahan rupiah masih relatif minimal secara makro dan agregat. "Walaupaun mungkin di beberapa industri tertentu yang tingkat ketergantingan impor tinggi, dampaknya akan besar terhadap peningkatan biaya untuk bahan baku misalnya," jelas Faisal.
Jika melihat dari pergerakan indeks harga produsen akhir-akhir ini, Faisal menyebut terdapat penurunan yang tajam. Bahkan, kata dia, saat ini indeks harga produsen itu lebih rendah dibandingkan dengan indeks harga konsumen dari sisi pertumbuhannya.
Menurutnya, indeks tersebut berbeda sekali dengan beberapa bulan sebelumnya atau pada pertengahan tahun lalu. Pada beberapa bulan sebelumnya atau tahun lalu, Faisal mengatakan harga produsen itu tinggi sekali melebihi indeks harga konsumennya.
"Jadi artinya potensi untuk inflasi pasa level impor bahan baku penolongnya itu relatif tidak terlalu besar walaupun ada nanti dampaknya juga impor ke barang konsumsi," ucap Faisal.
Sebelumnya, BPS memperingati dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi khususnya barang impor perlu diwaspadai. Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan, imported inflation atau inflasi barang impor dapat tercermin dari komoditas yang diimpor secara langsung dan dalam bentuk bahan baku berasal dari produk impornya.
"Jadi komoditas itu misalnya bawang putih, mobil, mie kering instan, roti, kemudian tahu tempe karena berbahan baku kedelai. Itu komoditas yang akan terpengaruh terhadap imported inflation," jelas Pudji.
Pudji menilai, dampak pelemahan rupiah bisa cepat namun bisa melambat. Jadi, kata dia, komoditas yang mengandung komponen impor biasanya hasil industri pengolahan.