Senin 23 Oct 2023 20:53 WIB

OJK Siapkan Aturan Asuransi 'Wajib Berasuransi'

Wajib asuransi bisa diterapkan di transportasi, konser, nonton bola, dll.

Kepala Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono (tengah) bersama sejumlah pihak terkait dalam sesi konferensi pers usai peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan PenguatanIndustri Perasuransian Periode 2023-2027 di Hotel Shangri-La, Senin (23/10/2023).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Kepala Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono (tengah) bersama sejumlah pihak terkait dalam sesi konferensi pers usai peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan PenguatanIndustri Perasuransian Periode 2023-2027 di Hotel Shangri-La, Senin (23/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan peraturan pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) tentang penerapan asuransi wajib guna mendorong tingkat penetrasi asuransi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, rencananya aturan tersebut ditetapkan untuk hal yang berkaitan dengan tanggung jawab pihak ketiga atau third party liability.

"Sekarang nggak wajib (asuransi), nanti itu wajib. Kasusnya Kanjuruhan itu kan setelah diperiksa nggak ada yang terasuransi, tapi kalau nanti itu dengan asuransi wajib, jadi wajib diasuransikan. Di tiketnya ada paling bayar Rp 50 ribu untuk asuransi," kata Ogi dalam konferensi pers Peluncuran Peta Jalan Penguatan dan Pengembangan Industri Asuransi 2023-2027, di Jakarta, Senin (23/10/2023).

Menurutnya, asuransi wajib dapat membantu para korban dalam kasus-kasus semacam itu.

Sama halnya dalam sektor transportasi. Ogi menilai asuransi wajib akan mampu menjamin pihak ketiga karena saat ini, Jasa Raharja hanya menyediakan asuransi untuk transportasi, namun tidak untuk asuransi kendaraan. Peraturan asuransi wajib berperan penting untuk mendorong tingkat penetrasi asuransi di Indonesia.

Adapun Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa tingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih tergolong rendah, yakni 2,75 persen.

“Katakanlah penetrasi (asuransi) tadi 2,75 persen, itu dikatakan sekitar 7,5 juta orang (penduduk) dari 275 juta orang,” kata Mahendra.

Angka tersebut masih dinilai rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Adapun penetrasi asuransi merupakan tingkat premi industri asuransi dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB).

Sejalan dengan hal itu, tingkat densitas asuransi juga masih berada pada level yang belum optimal. Tercatat pada akhir tahun 2022, densitas asuransi Indonesia baru mencapai Rp1.923.380 per penduduk.

Dari perspektif konsumen, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK, literasi dan inklusi pada sektor asuransi masih di bawah level lembaga jasa keuangan yang lain.

Di samping itu, terdapat kesenjangan antara tingkat literasi pada sektor perasuransian pada tahun 2022 yang berada pada level 31,7 persen, namun tingkat inklusinya pada level 16,6 persen.

Hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa masih ada faktor tertentu yang menurunkan minat masyarakat untuk berasuransi, walaupun sebagian dari masyarakat tersebut memahami manfaat produk asuransi untuk mengelola risiko individu dan risiko bisnis.

Oleh karena itu, OJK telah meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023-2027 dengan mengambil tema “Restoring Confidence through Industrial Reform”.

Pada 2027, tingkat penetrasi asuransi Indonesia diprediksi mencapai 3,2 persen dengan tingkat densitas berada pada level Rp2.400.000 per penduduk.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement