REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi anggaran Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami defisit sebesar Rp 1,5 triliun. Saat ini, wilayah tersebut sedang menjadi sorotan, bahkan disebut-sebut bangkrut.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy menilai secara umum biasanya negara atau daerah dikategorikan sebagai negara atau daerah bangkrut ketika tidak bisa membiayai segala aktivitas yang berkaitan dengan pelayanan publik di daerah atau negara tersebut. “Saat bersamaan alternatif yang bisa digunakan untuk membiayai beragam aktivitas publik itu juga sudah tidak bisa digunakan oleh suatu negara atau dua daerah yang dikategorikan sebagai negara atau daerah yang bangkrut,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/10/2023).
Dia menjelaskan, kasus Sulawesi Selatan, secara implisit, pernyataan bangkrut ini didasari atas kondisi defisit yang terjadi di Sulawesi Selatan. Namun, menurutnya yang perlu menjadi catatan sebuah ataupun ketika anggaran itu mengalami defisit suatu daerah itu tidak bisa langsung dikategorikan sebagai daerah yang bangkrut.
“Karena ada perbedaan di dalamnya termasuk daerah tersebut sudah tidak punya kemampuan dalam membiayai beragam aktivitas publik,” katanya.
Menurutnya, jika melihat banyak daerah, tidak hanya Sulawesi Selatan, anggaran mereka memang didesain mengalami defisit. Adapun desain ini sudah mempertimbangkan tata kelolaan dari pendapatan asli daerah dan transfer dari pemerintah pusat.
Selain itu desain defisit juga sudah mempertimbangkan sisa penggunaan anggaran pada tahun sebelumnya yang masih bisa digunakan tahun berikutnya beragam aktivitas pelayanan publik, sehingga defisit yang terjadi itu.
“Setidaknya masih berada dalam kaidah-kaidah yang disepakati terkait regulasi defisit pada pemerintah daerah,” ujarnya.
Rendy menyebut Sulawesi Selatan masih relatif mampu dikelola dengan beberapa hal termasuk di dalamnya melakukan refocusing anggaran aktivitas anggaran yang dianggap bisa ditunda sementara waktu dan memanfaatkan sisa anggaran pada tahun sebelumnya. Selain itu, Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan bisa melakukan negosiasi, terutama utang yang jatuh tempo dalam waktu yang relatif pendek dan diganti dengan tenor waktu yang relatif lebih panjang.
“Saya kira ini untuk memastikan distribusi dari utang itu relatif merata dan tidak terpusat pada satu tahun anggaran tertentu,” katanya.
Sebelumnya Pj Gubernur Sulawesi Selatan Bachtiar Baharuddin menyebut kebangkrutan terjadi karena utang yang ditinggalkan Andi Sudirman Sulaiman sewaktu menjabat gubernur. Tercatat defisit sebesar Rp 1,5 triliun terjadi selama bertahun-tahun akibat perencanaan anggaran yang keliru.
Bahtiar menganalogikan Sulawesi Selatan sebagai kapal yang sudah lama tenggelam sebelum dinakhodai dirinya. Dia menyebut akan melakukan penghematan dengan menekan anggaran belanja tiap OPD Sulawesi Selatan hingga akhir tahun ini.
"Hari ini saya harus terbuka ke semua yang terhormat, semua pimpinan dan anggota DPRD yang ada. Kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut," ujar Bahtiar dalam pidatonya di hadapan anggota DPRD Sulsel, Rabu (11/10/2023).