REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakpastian ekonomi yang makin tinggi ternyata berpengaruh terhadap peningkatan kasus bunuh diri di 141 negara, demikian hasil studi berjudul Suicide and Economic Uncertainty: New Findings in a Global Setting yang dipublikasikan US National Library of Medicine pada pertengahan 2023 ini.
Hasil studi ini menjelaskan, ketidakpastian ekonomi dan tingkat bunuh diri sangat erat kaitannya di negara-negara berpenghasilan tinggi. "Dalam konteks ini, paradoks kerentanan negara-negara berpenghasilan tinggi bisa jadi bahan diskusi," demikian isi laporan itu.
Laporan tersebut mengutip sejumlah kesimpulan riset dan asumsi alasan tingginya kasus bunuh diri di negara-negara berpenghasilan tinggi. Salah satunya adalah karena ketidakpastian ekonomi membuat warga negara-negara kaya kehilangan lebih banyak dibandingkan warga di negara-negara berkembang dan negara-negara miskin.
Di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, hubungan ketidakpastian ekonomi dengan tingkat bunuh diri terbilang tidak signifikan. Warga di kedua kelompok ekonomi itu lebih menyadari ketimpangan sosial yang ada dimana si kaya dan si miskin hidup berdampingan. "Mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrem malah tidak merasa kalau mereka hidup kekurangan, tidak beruntung, atau tersiksa dalam kehidupan bermasyarakat," demikian hasil studi tersebut.
Studi ini menyarankan pemerintah membuat kebijakan bertahap guna meredam potensi ketidakpastian ekonomi. Strategi komunikasi yang baik pemerintah juga diperlukan terutama saat ketidakpastian ekonomi sedang tinggi.