Jumat 29 Sep 2023 15:17 WIB

Mengenal Social Commerce, Istilah Baru yang Muncul dari Kasus TikTok Shop dan Kini Diatur

Tiktok Shop harus membuat entitas bisnis sendiri, terpisah dari media sosial TikTok.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Pedagang melakukan live promosi di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Kamis (28/9/2023). Dalam kunjungannya Mendag mendengarkan keluh kesah para pedagang seputar sepinya pembeli di pasar tersebut imbas gempuran e-commerce maupun social commerce salah satunya TikTok Shop.
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang melakukan live promosi di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Kamis (28/9/2023). Dalam kunjungannya Mendag mendengarkan keluh kesah para pedagang seputar sepinya pembeli di pasar tersebut imbas gempuran e-commerce maupun social commerce salah satunya TikTok Shop.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kemunculan Tiktok Shop, sebuah fitur layanan transaksi jual beli dalam aplikasi Media Sosial Tiktok cukup membuat pusing pemerintah. Bagaimana tidak, Tiktok Shop yang terintegrasi ke platform media sosial TikTok dalam satu aplikasi dinilai menimbulkan iklim perdagangan tak sehat antar pelaku e-commerce di Indonesia. 

Pemerintah lantas merevisi aturannya untuk melarang platform media sosial sekaligus menjadi marketplace layaknya toko online yang tengah digrandungi konsumen Tanah Air. Dan, hanya TikTok yang seperti itu di Indonesia. 

Kementerian Perdagangan awal pekan ini resmi meneken Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan ini merupakan revisi dari Permendag Nomor 50 Tahun 2020.

Salah satu hal yang baru dari kebijakan itu yakni adanya pengaturan Social Commerce. Secara sederhana, Social Commerce yang dimaksud adalah platform media sosial yang khusus digunakan untuk promosi barang dan jasa. Namun, dilarang menyediakan layanan transaksi pembayaran seperti toko online pada umumnya. 

“Jadi di social commerce dia boleh iklan, tapi tidak boleh sekaligus jadi media sosial, tidak boleh gunakan data orang untuk dagang (promosi),” kata Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, beberapa waktu lalu. 

Lelaki yang akrab disapa Zulhas itu menjelaskan, selama ini social commerce belum diatur di Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah memilih untuk menata sejak dini menyikapi perkembangan sistem perdagangan digital yang berkembang cepat. 

Zulhas menegaskan, yang jelas, pemerintah ingin memisahkan fungsi antara media sosial dan e-commerce dan menyediakan izin social commerce sebagai jalan tengah. Harapannya, akan memberikan keadilan bagi pelaku e-commerce lainnya sekaligus perlindungan data pribadi. 

Pengaturan social commerce itu lantas dapat menjadi alternatif bagi TikTok Shop untuk tetap eksis di Indonesia dengan beralih fungsi khusus promosi barang dan jasa, tanpa transkasi jual beli dalam satu aplikasi.

Kemendag lantas memberikan waktu kepada TikTok Shop untuk menutup layanan jual-belinya sementara dalam waktu sepekan terhitung sejak Rabu (27/9/2023) saat Permendag 31 Tahun 2023 itu disosialisasikan. 

“Kita kasih waktu seminggu. Harusnya tidak boleh. Tapi kita anggap mereka enggak dengar,” ujarnya. 

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim, mengatakan, Tiktok Shop pun dapat tetap melayani transaksi jual beli layaknya Tokopedia, Bukalapak hingga Shopee Cs. Namun, Tiktok Shop harus membuat entitas bisnis sendiri yang terpisah dari media sosial TikTok. 

Lalu, bagaimana media sosial seperti Instagram dan Facebook yang kini punya fitur katalog belanja? 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement