Senin 18 Sep 2023 17:39 WIB

Harga Beras Jadi Mahal, Ombudsman Usul Buat HET Gabah

Ombudsman memastikan kenaikan harga beras murni akibat tingginya harga gabah petani.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Buruh tani mengumpulkan padi yang baru dipanen di Rancanumpang, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023).
Foto: Edi Yusuf/Republika
Buruh tani mengumpulkan padi yang baru dipanen di Rancanumpang, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ombudsman mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gabah di tingkat penggilingan. Sebab, selama ini tidak ada pengaturan terhadap harga gabah yang berpengaruh besar terhadap pergerakan harga beras hingga ke tingkat konsumen. 

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, memastikan kenaikan harga beras yang signifikan saat ini murni disebabkan oleh tingginya harga gabah dari para petani yang diterima penggilingan. Hal itu didasari dari kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang sejak tahun lalu tak bisa diikuti oleh pasar. Sekalipun HET telah dinaikkan, faktanya harga beras tetap mengalami kenaikan yang lebih tinggi.

Baca Juga

"Persoalan saat ini bukan hanya soal beras saja, tapi gabah. Buktinya sekian lama dilakukan stabilisasi pasokan dan harga beras, harga masih naik," kata Yeka dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (18/9/2023). 

Kenaikan signifikan harga beras mulai terasa sejak Agustus lalu. Badan Pangan Nasional mencatat rata-rata harga beras premium hingga Ahad (17/9/2023) sebesar Rp 15.180 per kg atau naik 11,54 persen dibandingkan pekan pertama Agustus 2023. 

Adapun harga beras medium kini dihargai Rp 12.700 per kg, naik 5,93 persen sejak pekan pertama Agustus 2023.

Sementara, acuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang diatur untuk beras premium, sebesar Rp 13.900 per kg-Rp 14.800 per kg tergantung wilayah. Sedangkan HET beras medium Rp 10.900-Rp 11.800 per kg. 

Sementara pemerintah menetapkan HET di tingkat hilir, pengaturan di level hulu tidak dilakukan. Acuan harga gabah kering panen (GKP) yang ditetapkan saat ini sebesar Rp 5.000 per kg, lanjut Yeka, bukan HET melainkan aturan bagi Bulog dalam melakukan penyerapan produksi petani. 

Kondisi riil menunjukkan, rerata harga gabah bahkan jauh di atas acuan. Berdasarkan pantauan Republika.co.id, harga gabah di wilayah bahkan tembus hingga Rp 7.500 per kg. 

"Di sini tidak ada instrumen, kalau di beras ada HET, di gabah tidak ada. Itu bukan instrumen. Itu sinyal saja bagi Bulog. Harga gabah tidak terkontrol karena tidak ada pengaturan gabah," ujar dia. 

Sementara mengusulkan pengaturan harga gabah, Yeka juga mengusulkan agar pemerintah mencabut HET beras di level konsumen. 

"Harga gabah dipatok saja levelnya, harga beras di lepaskan saja biar dia bersaing, sehingga harga beras bersaing sempurna," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement