Kamis 14 Sep 2023 17:37 WIB

Jeritan Pedagang Offline Sepi Pembeli, Teten: Ekonomi Baru Jangan Matikan Ekonomi Lama

Banjir produk impor yang dijual sangat murah buat UMKM sekarat.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Pedagang menawarkan barang dagangannya secara daring melalui siaran langsung di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (11/9/2023). Menurut pedagang, penjualan secara daring melalui siaran langsung di media sosial telah meningkatkan omzet penjualan mencapai 100 persen dengan jumlah pesanan mencapai ratusan setiap harinya dari sejumlah kota besar di Indonesia.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pedagang menawarkan barang dagangannya secara daring melalui siaran langsung di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (11/9/2023). Menurut pedagang, penjualan secara daring melalui siaran langsung di media sosial telah meningkatkan omzet penjualan mencapai 100 persen dengan jumlah pesanan mencapai ratusan setiap harinya dari sejumlah kota besar di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menilai, transformasi digital di Indonesia belum mampu melahirkan ekonomi baru dan hanya menggantikan ekonomi lama. Itu terjadi karena transformasi digital di Indonesia hanya tumbuh pesat di sisi hilir, tetapi masih lemah pada sisi produksi. 

Jadi, kata dia, hanya menambah faktor pembagi kue ekonomi. Ia melanjutkan, buktinya di e-commerce atau lokapasar semakin banyak pedagang baru bermunculan.

Hanya saja, sambungnya, pedagang itu tidak menjajakan barang hasil produksinya sendiri, melainkan berjualan barang hasil produksi orang lain. Imbasnya, ada pedagang yang omzetnya melesat, namun ada pula yang tergerus bahkan mati. 

Menurutnya, kondisi itu semakin diperparah karena muncul pedagang yang menjajakan produk impor. "Banjir produk impor murah yang dijual secara dumping di halaman depan telah membuat produk lokal sekarat," ujar Teten di Jakarta, Kamis (14/9/2023).

Ia menegaskan, bila produksi di domestik hancur, pengangguran pasti meningkat dan berimbas pada turunnya daya beli dan menyebabkan pasar lesu. Padahal 97 persen lapangan kerja disediakan UMKM," tuturnya.

Teten menuturkan, transformasi digital di sisi produksi bisa digenjot jika UMKM punya data holistik. Salah satunya bisa memahami selera pasar dalam marketplace. 

"Data is a new oil, new currency. Di era teknologi saat ini, penguasa data lah yang akan mengambil manfaat terbesar," tegasnya.

Sayangnya, kata Teten, berbagai data tersebut dikuasai oleh platform end to end global. Mulai dari jejaring sosial, perdagangan, streaming, hiburan dan pembayaran. 

"Karena punya data yang valid, platform end to end ini global ini bisa dengan mudah mengelola, mengarahkan algoritma yang lebih menguntungkan produk tertentu. Sekaligus mendorong pengguna untuk berbelanja secara impulsif," jelas dia.

Teten menambahkan, akan sulit berharap UMKM nasional dapat memahami secara utuh info selera pasar dalam marketplace. Itu karena tidak adanya informasi yang diberikan dan bimbingan khusus terkait hal tersebut. 

"Tidak cukup bagi UMKM kita mampu dapat bertahan, tumbuh berkelanjutan apabila hanya diberikan pelatihan cara berjualan di online," jelas dia. Meski UMKM masih punya keterbatasan, sambungnya, namun pemerintah dan seluruh masyarakat tidak boleh tinggal diam, karena menciptakan ekonomi baru dengan inisiatif eksplorasi digitalisasi di sisi hulu sudah sangat penting dilakukan. 

Seperti riset penggunaan Internet of Things (IoT) dipengembangan komoditas unggulan domestik untuk memperkuat strategi hilirisasi atau implementasi blockchain di sektor pertanian. Riset penggunaan IoT di pengembangan komoditas unggulan domestik untuk memperkuat strategi hilirisasi salah satunya sudah berhasil dilakukan oleh startup perikanan e-Fishery.

Sementara implementasi blockchain di sektor pertanian juga sudah berhasil dilakukan Hara, mereka memulai dari pendataan aset petani, akses pembiayaan sampai dengan distribusi pupuk.

"Ekonomi digital untuk UMKM bukan hanya sekedar onboard di lokapasar, membuat pelatihan dan lomba. Transformasi digital memang suatu keharusan, hanya perlu dinavigasi dengan benar agar disrupsinya lebih moderat. Itu yang menjadi tugas regulator," ujar Teten. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement