Senin 11 Sep 2023 14:53 WIB

Ingin Tarik Investasi Asing, RI Tawarkan Fasilitas Penyimpanan Emisi Karbon

Pengembangan CCS di Indonesia bisa memberikan nilai bisnis baru.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Deputi Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi.
Foto: Dok Kemenko Marves
Deputi Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyiapkan regulasi melalui peraturan presiden (perpres) untuk mengatur fasilitas carbon capture and storage (CCS) melalui pemanfaatan sumur-sumur migas di bawah tanah yang telah habis. Fasilitas itu nantinya akan menjadi tempat penyimpanan emisi karbon CO2 dari industri dalam dan luar negeri yang dapat mendatangkan nilai bisnis bagi Indonesia.

Deputi Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, menuturkan, Perpres CCS tersebut diharapkan bisa diterbitkan pada tahun ini sehingga pengembangan CCS ke depan dapat dipetakan.

Baca Juga

“Salah satu opsi yang dibahas adalah (penyimpanan) cross border, karena potensi penyimpanan karbon sangat besar untuk kebutuhan domestik dan bisa membuka diri untuk cross border (luar negeri),” kata Jodi dalam konferensi pers International & Indonesia CCS Forum di Jakarta, Senin (11/9/2023).

Untuk diketahui, CCS merupakan teknologi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penangkapan karbondioksida (CO2) dari proses industri lalu menginjeksikan emisi tersebut dengan aman ke reservoir di bawah tanah.

Tercatat, potensi kapasitas penyimpanan karbon di Indonesia melalui CCS bisa mencapai 400 gigaton melalui reservoir migas dan saline aquifer Indonesia. Dengan besarnya kapasitas itu, selain akan dimanfaatkan untuk industri-industri dalam negeri, pemerintah membuka diri agar reservoir itu bisa dibuka bagi industri dari luar negeri yang akan berinvestasi di Indonesia.

Hal itu dinilai Jodi sekaligus menjadi daya tarik bagi para perusahaan multinasional yang telah fokus untuk menekan laju emisi.

“Saya belum bisa sebut perusahaan, tapi ada perusahaan besar yang sudah melirik Indonesia untuk membuka (industri) petrokimia plastik di Indonesia ketika mereka ada akses CCS yang dekat. Mereka bisa buka industri petrokimia dengan tanpa emisi,” kata Jodi.

Oleh karena itu, ia menuturkan, pengembangan CCS di Indonesia bisa memberikan nilai bisnis baru disamping upaya menekan laju emisi CO2.

Eksekutif Direktur ICCSC Belladonna Troxylon Maulianda menambahkan, investor saat ini mulai memperhitungkan fasilitas CCS ketika akan menanamkan modalnya di suatu negara.

Ia menuturkan, dengan potensi penyimpanan CCS 400 gigaton CO2, dapat digunakan hingga ratusan tahun bila hanya digunakan untuk menyimpan emisi di Indonesia. Oleh karena itu, fasilitas CCS sangat terbuka bagi investor asing. Oleh karena itu, dengan potensi CCS yang besar di Indonesia, peluang tersebut mesti ditangkap. 

“Kalau kita bisa (terapkan) CCS di Indonesia maka investor akan investasi, tapi kalau tidak bisa mereka tidak akan investasi. Ini ada di depan mata billion dolar investment, jadi merka lihatnya itu (emisi) bisa di CCS-kan atau tidak,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement