REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senior Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto menyatakan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi sentimen global, yakni Simposium Jackson Hole yang akan diadakan nanti malam.
"Pasar berspekulasi akan hawkish statement dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell," ujar dia ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Menurut dia, keputusan Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang mempertahankan suku bunga di angka 5,75 persen merupakan volatilitas jangka pendek. "(Penguatan rupiah) lebih efektif diatasi melalui kebijakan stabilisasi atau yang kita biasa sebut sebagai intervensi pasar," kata Rully.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan dolar AS dipengaruhi data US Initial Jobless Claims yang menunjukkan penurunan menjadi 230 ribu dari sebelumnya 240 ribu, sehingga membantu meredakan kekhawatiran potensi resesi di AS. "Namun, inflasi tetap berada di atas target The Fed, dan para pedagang khawatir Ketua The Fed Jerome Powell (dalam pidatonya di simposium Jackson Hole) akan mengindikasikan bahwa suku bunga perlu tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama untuk meredam ancaman (inflasi)," ucapnya dalam keterangan tertulis.
The Fed disebut telah menaikkan suku bunga jangka pendek secara agresif selama lebih dari setahun untuk mengendalikan lonjakan inflasi terburuk dalam beberapa dekade dengan menaikkan suku bunga acuan overnight ke kisaran 5,25 persen–5,50 persen pada bulan Juli 2023.
Pada penutupan perdagangan hari, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,32 persen atau 49 poin menjadi Rp 15.295 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.246 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat turut melemah ke posisi Rp 15.297 dari sebelumnya Rp 15.253 per dolar AS.