Rabu 23 Aug 2023 16:54 WIB

Analis: Rupiah Menguat karena Imbal Hasil Obligasi AS Turun

Rupiah masih di bawah tekanan dolar AS karena antisipasi pernyataan hawkish Powell.

Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Rabu (23/8/2023) karena dipengaruhi penurunan imbal hasil obligasi AS dan ancaman intervensi bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed).

"Investor berkonsolidasi dan menghitung kembali posisi mereka dalam mengantisipasi pidato Powell (Ketua Federal Reserve Jerome Powell) di Jackson Hole," ujar dia ketika dihubungi Antara di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Baca Juga

Memasuki penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami penguatan sebesar 0,14 persen atau 21 poin menjadi Rp 15.295 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.316 per dolar AS. Sementara saat pembukaan perdagangan, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 0,03 persen atau empat poin menjadi Rp 15.320 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.316 per dolar AS.

Lukman memperkirakan, rupiah masih di bawah tekanan dolar AS karena investor mengantisipasi pernyataan hawkish dari Jerome Powell. "Powell diperkirakan akan kembali menekankan bahwa inflasi masih tinggi dan The Fed masih perlu bekerja keras untuk menurunkannya," ucap Lukman.

Dia menilai, para investor mulai menghitung kembali posisi mereka menjelang Simposium Jackson Hole, mengingat perkembangan pasar juga dipengaruhi penurunan imbal hasil obligasi AS dan ancaman intervensi The Fed.

Menurut Analis Bank Woori Saudara BWS Rully Nova, para investor sedang wait and see menjelang pertemuan para gubernur bank sentral tingkat global di Jackson Hole. "Perhatian investor telah bergeser dari berapa potensi kenaikan suku bunga lagi oleh The Fed menjadi berapa lama lagi The Fed menjalankan kebijakan suku bunga tingginya," ungkap Rully.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement