REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya pembengkakan defisit perdagangan Indonesia dengan China sepanjang Juli 2023. Meski demikian, China masih menjadi negara mitra dagang utama bagi Indonesia.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyastuti menyampaikan, defisit perdagangan Indonesia dengan China pada Juli 2023 mencapai 621 juta dolar AS. Angka itu melonjak cukup tajam dari bulan sebelumnya yang hanya 269,5 dolar AS. Defisit dagang dengan China menjadi yang terbesar dibandingkan defisit dengan sejumlah negara lain.
“Defisit terdalam dengan China didorong oleh (impor) barang mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, lalu plastik dan barang dari plastik yang masuk ke dalam kode Harmonized System (HS) 39,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Kendati membengkak secara bulanan, defisit dagang dengan China pada kali ini sudah jauh mengecil dari Juli 2022 lalu yang mencapai 914 juta dolar AS. Diketahui, pemerintah tengah mengupayakan agar defisit dagang dengan China terus mengecil dengan upaya hilirisasi barang tambang di Indonesia yang diekspor ke China.
Lebih detail, defisit tersebut diperoleh dari total nilai ekspor Indonesia ke China yang hanya 4,93 miliar dolar AS sedangkan impor tembus hingga 5,55 miliar dolar AS.
Amalia menjelaskan, komoditas ekspor Indonesia ke China utamanya dari komoditas besi dan baja dengan kode HS 72. Komoditas tersebut salah satunya berasal dari nikel yang diolah menjadi barang setengah jadi. Adapun komoditas lainnya yakni bahan bakar mineral yang masuk ke dalam kelompok HS 27.
Sementara, impor dari China yang cukup dominan masuk ke Indonesia adalah mesin perlengkapan elektrik dan bagiannya, kapal perahu dan struktur terapung yang masuk dalam kode HS 89. Selain itu, ada pula mesin peralatan mekanis dan bagiannya dengan kode HS 84.