REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan rupiah mengalami pelemahan karena dipengaruhi permintaan dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin diminati setelah rilis Producer Price Index (PPI) AS meningkat.
"Angka-angka ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve masih dapat menaikkan suku bunga lebih lanjut (saat) pertemuan berikutnya pada September 2023, bahkan jika pasar masih secara luas mengharapkan bank sentral AS untuk mengakhiri siklus kenaikan suku bunganya," ujar dia dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Menurut data yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS pada Jumat (11/8), IHP Juli 2023 meningkat 0,8 persen pada basis tahunan, menguat naik dari kenaikan 0,1 persen yang tercatat pada Juni 2023. Pembacaan ini datang sedikit lebih tinggi dari ekspektasi pasar 0,7 persen.
"Daftar data ekonomi sebagian besar kosong pada hari Senin (14/8/2023), tetapi penjualan ritel Juli dijadwalkan pada hari Selasa (15/8/2023), dan diperkirakan akan menunjukkan peningkatan permintaan pada awal kuartal ketiga setelah kenaikan yang lebih kecil dari perkiraan pada Juni," kata Ibrahim.
Bagi pengamat pasar uang Ariston Tjendra, rupiah berpotensi melemah terhadap dolar AS seiring kenaikan tingkat imbal hasil obligasi Pemerintah AS dan sentimen negatif di pasar keuangan. "Menguatnya imbal hasil obligasi AS sudah dipicu oleh penurunan peringkat utang AS dan ditambah dengan data inflasi produsen AS di akhir pekan kemarin masih menunjukkan potensi kenaikan inflasi di AS," ujar Ariston di Jakarta, Senin (14/8/2023).
Data inflasi produsen inti AS pada Juli 2023 sebesar 2,4 persen disebut masih stabil atau belum bergerak turun dibandingkan Juni 2023 yang juga berada pada posisi 2,4 persen. Penurunan peringkat utang AS telah dilakukan pula oleh Fitch Rating sebanyak satu notch dari AAA menjadi AA+.
"Dengan naiknya imbal hasil obligasi AS, pelaku pasar bisa jadi lebih memilih aset dolar AS dibandingkan rupiah. Selain itu, dengan status dolar AS (sebagai) aset aman, isu negatif di perekonomian global, seperti pelambatan ekonomi China, perang, dan lain-lain, mendorong pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset dolar AS yang memicu penguatan dolar AS," ucap Ariston.
Pada penutupan perdagangan hari, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,63 persen atau 96 poin menjadi Rp 15.315 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.219 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Kamis turut melemah ke posisi Rp 15.323 dari sebelumnya Rp 15.225.