REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan pendampingan kepada industri makanan dan minuman (mamin) untuk menerapkan industri 4.0 sebagai upaya untuk menghadapi tantangan-tantangan regulasi global terhadap produk-produk tersebut. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam Kick Off Pendampingan Industri 4.0 Sektor Industri Makanan dan Minuman di Jakarta mengatakan salah satunya adalah regulasi anti deforestasi yang dikeluarkan Uni Eropa atau European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR).
"Dampak ekonomi dari penerapan industri 4.0 cukup besar, mulai dari efisiensi, traceability (keterlacakan), dan ke depan yang menjadi kepedulian kita adalah regulasi-regulasi yang diterbitkan oleh beberapa kawasan ekonomi, seperti Uni Eropa," katanya, Selasa (18/7/2023).
Kebijakan tersebut membuat produk-produk buatan Indonesia harus bisa terlacak bebas deforestasi agar bisa tetap bisa diekspor ke kawasan benua biru.
Namun, Putu meyakini regulasi-regulasi negara maju itu justru membuka peluang karena Indonesia bisa memastikan keterlacakan produk hasil industri dan bahan baku yang diekspornya. Hal itu berbeda dengan negara lain, seperti Singapura, Thailand atau China yang banyak mengolah banyak hasil industri dan bahan baku Indonesia.
"Dengan regulasi ini, kita akan lebih unggul karena kita benar-benar bisa melakukan traceability. Kalau mereka kan bahan bakunya, yang mudah-mudahan itu legal, apalagi ilegal, kan itu tidak mungkin dilakukan sertifikasi sesuai apa yang diminta negara-negara lain," katanya.
Regulasi lainnya, seperti pajak karbon (carbon tax) juga menjadi perhatian pemerintah. Oleh karena itu, penerapan industri 4.0 diharapkan bisa menata industri, khususnya industri mamin lebih baik.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, sebagai industri yang menjadi salah satu prioritas Indonesia, industri mamin mengalami tantangan dan kendala, di antaranya geopolitik global, perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kenaikan harga bahan baku, kenaikan logistik dan energi, isu karbon, hingga deforestasi.
"Tidak lupa kita juga menghadapi tantangan berat menghadapi kompetisi global. Oleh sebab itu, penerapan industri 4.0 menjadi keniscayaan dalam mendorong industri mamin dan bagaimana mengintegrasikan data, kebijakan, proses bisnis, menjadi satu kesatuan sehingga kita bisa mendapatkan manfaat. Mau tidak mau industri 4.0 menjadi keharusan yang perlu kita lakukan," katanya.
Adhi mengatakan, industri makanan dan minuman siap menerapkan industri 4.0. Ia menyebut sejumlah pelaku industri yang telah menerapkan industri 4.0 juga menyampaikan banyak efisiensi dan peningkatan produktivitas serta manfaat yang diperoleh dari penerapan digitalisasi industri 4.0.
"Ini keunggulan dan kita mau tidak mau wajib melaksanakan ini karena ini menjadi satu alat bagi kita untuk dorong pertumbuhan industri," ujar Adhi.
Pendampingan Kemenperin dalam penerapan industri 4.0 di industri mamin, yakni berupa pendampingan kepada 200 industri dan 300 SDM industri untuk mengikuti pelatihan berbasis kompetensi.
Kemenperin menargetkan hingga akhir 2023 paling tidak ada 80 SDM yang mendapatkan sertifikasi kompetensi. Sertifikasi terhadap SDM di industri tersebut diharapkan mampu mempercepat transformasi industri 4.0 sejalan dengan peta jalan Making Indonesia 4.0.Adapun hingga 2024 mendatang, Kemenperin menargetkan ada 400 industri mamin yang melakukan self assessment INDI 4.0, di mana akan ada 20 industri yang mendapatkan penghargaan INDI 4.0, sembilan national lighthouse Industri 4.0.