REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperketat batasan transaksi pengelolaan dana asuransi dengan pihak-pihak terkait agar nasabah bisa mendapatkan produk yang lebih baik ke depannya.
Sebab berdasarkan pengamatan OJK, transaksi dari pengelola dana asuransi cenderung dilakukan kepada perusahaan terafiliasi. Selain itu, sebagian besar dana asuransi tercatat diinvestasikan pengelola di pasar modal.
"Kami akan memperketat batasan mengenai pihak terkait, transaksi dari dana asuransi akan dibatasi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam LPPI Virtual Seminar #92 di Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Selama ini, Ogi mengatakan, OJK sebagai pengawas asuransi tidak bisa memantau secara langsung investasi dari dana asuransi dilakukan di mana, kepada siapa, memiliki harga berapa, dan sebagainya. Namun, saat ini OJK sudah bisa mengawasi transaksi tersebut guna meningkatkan pengawasan secara efektif dan efisien.
Kendati demikian, alokasi sumber daya untuk OJK melakukan pengawasan secara efektif dan efisien masih menjadi salah satu tantangan industri asuransi nasional hingga kini.
Selain dari sisi regulator, ia menyebutkan terdapat tantangan industri asuransi nasional dari pelaku industri berupa kelemahan dukungan permodalan, kelemahan dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) dan manajemen risiko, serta dukungan keahlian teknis yang belum optimal. Salah satu dukungan keahlian teknis yang diperlukan perusahaan asuransi yakni tenaga aktuaris. Tetapi berdasarkan pemantauan OJK, terdapat 50 perusahaan asuransi di Indonesia yang tidak memiliki tenaga aktuaris.
"Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 mewajibkan adanya tenaga aktuaris perusahaan asuransi, sehingga kami melakukan instruksi tertulis kepada perusahaan untuk segera mengisi tenaga aktuaris dalam waktu dekat dan kami akan beri sanksi jika tidak dipenuhi," kata Ogi.
Selanjutnya, sambung dia, terdapat pula tantangan industri asuransi dari segi konsumen. Yakni tingkat literasi asuransi dan kelemahan dalam aspek perlindungan konsumen.
Adapun tingkat literasi asuransi di Indonesia masih cukup rendah, dimana banyaknya konsumen yang tidak betul-betul paham dengan produk asuransi, terutama terkait dengan asuransi unit link yang memiliki komponen proteksi dan investasi.