REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai pemakaian kemasan galon sekali pakai oleh produsen air minum telah salah menafsirkan Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah khususnya yang terkait dengan ketentuan ukuran kemasan yang diwajibkan minimal satu liter. Terbukti, ukuran galon sekali pakai ini telah menjadi persoalan bagi masyarakat untuk mengelola sampahnya.
Kasubdit Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ujang Solihin mengatakan temuan di lapangan bekas galon air minum dalam kemasan sekali pakai itu sulit dikumpulkan. “Itu sebetulnya bukan arahan untuk membuat kemasan segede-gede gaban. Itu keliru membacanya. Ukuran minimal itu untuk menghindari kemasan yang terlalu kecil sehingga sulit dikumpulkan,” ujarnya saat webinar, Sabtu (17/6/2023).
Menurutnya, karena ukurannya yang terlalu besar, masyarakat juga kebingungan untuk mengumpulkan sampahnya setelah airnya habis dipakai. “Ini sudah menjadi fakta di lapangan. Saya pun menemukan dekat rumah saya sendiri galon-galon yang sekali pakai itu akhirnya diisi lagi dengan air dan dijejeri jaga taman di rumah,” ucapnya.
Tak hanya itu, menurut pengakuan Uso, dia juga melihat bekas galon-galon sekali pakai itu akhirnya diisi air untuk menjaga tempat parkir di kampus Universitas Indonesia. “Ini jelas sangat keliru dan kami sedang approach ke produsen supaya mereka bertanggung jawab dengan kondisi ini,” ucapnya.
Jadi, kata Uso, ukuran kemasan seperti ketentuan dalam Permen LHK Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah itu bukan berarti menjadi lebih besar seperti yang dilakukan produsen air minum dalam kemasan galon sekali pakai.
"Bukan, itu salah salah bacanya. Yang penting adalah bagaimana size itu penting dalam kemasan. Ukuran kemasan yang tepat itu menjadi penting, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,” ucapnya.
Menurutnya produsen yang membuat dan memasarkan air minum dalam kemasan galon sekali pakai harus mempunyai kewajiban untuk menarik kembali sampahnya untuk didaur ulang menjadi galon baru. “Itu yang sedang kami kejar untuk produsen ini. Karena, di lapangan sampah galon sekali pakai ini sudah sudah terbukti menjadi persoalan,” katanya.
“Jangankan masyarakat biasa para pelapak dan pemulung termasuk bank sampah juga mengaku kesulitan untuk mengumpulkan sampah galon sekali pakai ini. Ini fakta dan akan kami sampaikan ke produsennya ikut bertanggung jawab agar bagaimana galon-galon ini supaya tidak dijadikan untuk jaga tempat parkir atau jadi pagar atau jadi tempat kolam ikan dan seterusnya,” ucapnya.
Dia mengingatkan bahwa jenis plastik sekali pakai ini sangat berharga sehingga harus didaur ulang dijadikan botol baru atau atau jadi galon baru lagi. “Ini yang sedang kami approach ke produsen untuk segera melakukan hal yang harus mereka lakukan,” ucapnya.
Uso menegaskan yang diinginkan KLHK adalah bagaimana agar sampah-sampah plastik itu bisa dengan mudah dikumpulkan, dipilah dan didaur ulang. Artinya, bagaimana mengatur kemasannya supaya pas dan tidak menjadi persoalan di masyarakat.
“Itu hanya strategi marketing dari para produsennya saja. Kami sedang mengawal dalam rangka menghemat penggunaan plastik. Seharusnya yang over packaging ini harus juga sudah diakhiri. Karena banyak sekali kemasan yang over packaging ini yang separuhnya isinya udara, padahal ini bisa resizing sesuai dengan kebutuhan isinya,” ucapnya.