Rabu 14 Jun 2023 19:16 WIB

ICMI: Disparitas Kemiskinan Perkotaan dan Perdesaan Sangat Tinggi

Tingkat kemiskinan perdesaan sudah kembali ke level sebelum pandemi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Para pekerja membersihkan saluran air yang tercemar di daerah kumuh Jakarta, Senin (22/5/2023). Tingkat kemiskinan Indonesia diperkirakan akan berkurang menjadi 6,5 hingga 7,5 persen pada tahun 2024, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan dengan Dewan parlemen pada 19 Mei.
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Para pekerja membersihkan saluran air yang tercemar di daerah kumuh Jakarta, Senin (22/5/2023). Tingkat kemiskinan Indonesia diperkirakan akan berkurang menjadi 6,5 hingga 7,5 persen pada tahun 2024, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan dengan Dewan parlemen pada 19 Mei.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum ICMI, Prof. Dr. Ir. Mohammad Jafar Hafsah mengungkapkan beberapa faktor penyebab kemiskinan. Pertama, karena adanya ketimpangan pendapatan dan distribusi pendapatan yang tidak merata.

 

Kedua, adalah akses pendidikan yang terbatas, akses pelayanan kesehatan yang terbatas. Faktor selanjutnya adalah ketidakstabilan ekonomi mulai dari krisis ekonomi, fluktuasi harga komoditas dan perubahan dalam kebijakan ekonomi.

 

"Saat ini pun disparitas kemiskinan perkotaan dan perdesaan masih sangat tinggi. Tingkat kemiskinan perdesaan sudah kembali ke level sebelum pandemi, semenfara perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi," ujarnya dalam Webinar Nasional Pertumbuhan Ekonomi Pemerataan dan Kemiskinan di Indonesia, Selasa (13/6/2023) malam.

 

Saat ini, lanjutnya, telah terjadi asumsi yang salah ihwal yang dapat mengatasi kemiskinan dan pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi yang melibatkan kegiatan ekonomi rakyat yang pelakunya adalah masyarakat miskin. Padahal, pengangguran dan kemiskinan adalah dua hal yang berbeda, menurutnya, orang yang menganggur belum tentu miskin.

 

"Misalkan, satu persen pertumbuhan diasumsikan mampu menampung 200 ribu sampai 400 ribu tenaga kerja baru, maka pertumbuhan 6,5 persen hanya mampu memperkerjakan 1,3 juta sampai 2,6 juta tenaga kerja dan tidak ada jaminan bagi penduduk miskin yang mencapai puluhan juta jiwa," ungkapnya.

 

Sekertaris CIDES ICMI, Hery Margono mengatakan jumlah pengangguran di Indonesia sangatlah tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 jumlah pengangguran di Indonesia ada sebanyak 8,42 juta orang.

 

"Jumlah 8,42 juta orang ini lebih besar dari jumlah penduduk Singapura sebanyak 6 juta orang. Bayangkan kalau 8,42 juta orang Indonesia itu produktif, kita bisa jadi negara kaya, kenyataannya 8 juta orang itu menganggur," ujarnya.

 

Saat ini, sambung Hery,  disparitas pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi, kelompok masyarakat berpendapatan sedang dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah di Indonesia sangat luar biasa.

Berdasarkan pendapatan per kapita Indonesia pada 2022 masih ada 26,16 juta orang di Indonesia yang berpenghasilan sebanyak Rp 505.469. Mirisnya, di kota-kota besar seperti Jakarta, banyak pula orang yang berpenghasilan ratusan juta hingga miliaran setiap bulannya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement